Hari Moekti : Dalam Kenangan Hijrah (6)

HIJRAH + ISTIQAMAH = HUSNUL KHATIMAH
(Pelajaran dari almarhum Ustadz Hari Moekti)

Catatan M Ihsan Abdul Djalil

Namanya Hariyadi Wibowo. Blantika musik Indonesia mengenalnya sebagai HARI MOEKTI. Maksudnya bukan Hari yang lain, tetapi Hari yang kakaknya Moekti (Chandra). Dalam satu kesempatan, nama ini dipilih karena itu bermakna: HAti RIndu MOEKmin SejaTI. 

Ahad (24/6) malam lalu, penyanyi rock papan atas yang sudah berhijrah ini berpulang. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Dia meninggalkan glamornya panggung hiburan karena Allah, dan kini tiba saatnya menemui Allah yang dikasihinya itu. 

Saat menerima WA kabar duka itu, mata saya langsung sembab karena kesedihan mendalam, sekaligus bahagia tiada tara. Sedih ditinggalkan sahabat terbaik dalam dakwah. Bahagia karena akhirnya Kang Hari berhasil meraih impian terbesarnya, yaitu mati sebagai pejuang Islam, bahkan di tengah agenda dakwahnya yang padat, setelah sebulan beribadah Ramadhan pula. Subhanallah. Itu kematian indah, yang semua pengemban dakwah menginginkannya. 

Saya sudah mengenal Kang Hari semasa SMP melalui layar kaca. Tapi baru benar-benar ketemu langsung akhir 90-an pada awal hijrahnya. Saat itu Kang Hari ada undangan ceramah di Surabaya. Mungkin karena keterbatasan budget panitia, saya mendapat kehormatan menjamunya. Kang Hari saya ajak menginap di rumah mertua, karena saya juga belum punya rumah sendiri.

“Dulu saya foya-foya”, Kang Hari mengisahkan hidupnya. “Teken kontrak, dapat duit ratusan juta, langsung saya terbang ke Hawai. Menyelam. Uang habis, pulang. Nggak punya duit, nyanyi lagi”. Hahaha, kami semua tertawa. 

Dari Kang Hari saya belajar kesederhanaan hidup. Sebagai artis top, mudah baginya meraup uang ratusan juta bahkan miliar. Tapi dia rela meninggalkan kemewahan dunia demi menukarnya dengan kenikmatan akhirat. Hari ini, dia benar-benar telah meninggalkan dunia, menuju akhiratnya yang penuh kenikmatan, insya Allah. 

Dalam satu kesempatan, Kang Hari dikontrak menjadi host acara sahur TV selama Ramadhan. Honornya? Ada yang bisikin saya, cuma sejuta sekali tayang. Berarti itu hanya 30 juta rupiah untuk tampil sebulan penuh. Jauh dibandingkan honor nyanyi yang mencapai belasan juta rupiah sekali tampil dalam hitungan menit. 

Kita biasa hidup pas-pasan karena memang nggak ada uang, mau gimana lagi? Ustadz Hari berbeda. Dia memilih sederhana, meski peluangnya menjadi kaya raya terbuka di depan mata. 

Kang Hari dikaruniai fisik prima. Penyanyi rock saat itu biasanya identik kalau nggak narkoba ya bermiras ria. Kang Hari tidak keduanya. Dia menjauhi narkoba, juga tidak menenggak minuman keras. Mungkin itu yang membuatnya kuat bernyanyi satu dua jam nonstop di atas panggung. 

Kemampuan itu sangat membantunya sebagai pendakwah yang memiliki agenda super padat. Di satu kota jadwal ceramahnya bisa dua hingga tiga lokasi sekaligus. Seperti tiada rasa lelah. Aktivitasnya dakwah, dakwah, dakwah. Tak heran jika beliau wafat pas berdakwah. Sampai beberapa waktu ke depan, undangan ceramah untuknya masih mengular panjang. 

Pengalamannya menaklukkan panggung kolosal di dunia nyanyi juga berguna saat Kang Hari berceramah. Ratusan ribu audien yang memadati acara HTI di Gelora Bung Karno menjadi saksi orator satu ini merupakan singa podium yang tidak ada duanya. Saat dia memimpin takbir, seisi stadion bergemuruh. Komandonya agar liwa rayah dikibarkan disambut antusias seluruh hadirin. Bendera Rasulullah itu berkibar-kibar megah diiringi takbir membelah angkasa. Sampai sekarang, tiap memutar kembali video Youtube-nya, tanpa terasa air mata saya meleleh. Allahu Akbar. 

Saya pernah di-briefing singkat cara menguasai audien yang melimpah pas ada acara HTI di Gelora Delta Sidoarjo. Saat itu Kang Hari jadi MC. “Tangan pegang mik. Dekatkan mulut. Saat menoleh ke kiri kanan menyapu seluruh pandangan, pastikan tangan ikut bergerak. Itu membuat mik selalu dekat mulut. Suara akan tetap terdengar jelas”, katanya. Tip yang sangat bermanfaat.  

Pelajaran lain dari Kang Hari adalah sikap rendah hati. Di tengah popularitasnya yang terus menanjak, Kang Hari tidak melupakan orang sekitarnya. Saya pernah mendapat surprise. Pagi-pagi di-SMS ikhwan panitia, katanya Kang Hari mau sowan ke rumah. Eh, tidak berselang lama, Kang Hari dan istrinya sudah di depan rumah. Tidak ada agenda khusus. Benar-benar hanya beberapa menit mampir ngobrol singkat karena kebetulan ada jadwah ceramah di area Surabaya. 

Selanjutnya saya hanya sesekali bertemu Kang Hari saat sama-sama hadir di sebuah acara. Tidak peduli sedang dikerubuti banyak orang, pas tatapan mata kami bertemu, Kang Hari akan langsung menghampiri. Menjabat tangan. Memeluk erat. Cipika-cipiki. Lalu, berusaha mencium tangan tanda hormat. Saya sudah hapal dengan kebiasaan ini. Maka, secara reflek saya langsung menarik tangan begitu ada gelagat mau dicium. Saya merasa belum pantas menerima penghormatan seperti itu. Apalagi, di mata saya, Kang Hari sosok yang jauh lebih hebat. Pengorbanan besarnya itu lho yang membuat kita pantas iri. Jika kita berpeluang memiliki harta sebanyak Kang Hari, sanggupkah kita menolaknya demi alasan lebih memilih Allah dan Rasul-Nya? 

Di antara banyak pelajaran, menurut saya yang paling penting untuk diteladani adalah ketetapannya untuk istiqamah di jalur dakwah. Banyak artis berhijrah, tapi nggak tahan godaan dunia, lalu balik kucing kembali ngartis. 

Begitu meninggalkan dunia artis yang membesarkan namanya, Ustadz Hari Moekti bukan hanya bangkrut, tapi juga menanggung banyak utang. Itu tak menggoyahkan keputusan hijrahnya. Tidak malu tinggal di rumah kontrakan, atau mobil hanya rentalan. Baginya, kemewahan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan kenikmatan akhirat. Lalu, buat apa mengejar dunia, jika di akhirat sengsara? 

Subhanallah. Alhamdulillah. Allahu Akbar. Saya bangga pernah mengenal dekat almarhum. Ustadz Hari Moekti seperti sosok yang dipilih Allah menjadi teladan kebaikan bagi kita semua. Dia adalah inspirator hijrah secara totalitas yang benar-benar sukses. 

Kini, jasadnya boleh pergi meninggalkan kita. Tapi energinya, semangatnya akan terus menjadi inspirasi bagi pengemban dakwah yang bertekad melanjutkan estafet perjuangannya. 

Selamat jalan, sahabat. Ustadz Hari Moekti benar-benar telah berhijrah dan kita semua menjadi saksi keistiqamahan di jalan dakwah. Insya Allah beliau wafat dalam keadaan husnul khatimah. Semoga Allah menempatkannya di jannah, dan mengumpulkannya bersama Nabi, sahabat, dan para pengemban dakwah yang dicintainya. 

Surabaya, 26 Juni 2018 

#HariMoektiPejuangKhilafah

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget