Oleh : Umar Syarifudin
(Syabab Hizbut Tahrir Indonesia)
Allah SWT mewajibkan umat Islam mengatur hidupnya dengan syariah Islam. Allah SWT berfirman:
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (Qs. al-Maaidah [5]: 48)
Korupsi politik senantiasa muncul dalam masyarakat sekuler, lebih-lebih di negara yang menerapkan sistem demokrasi, tidak terkecuali di Indonesia. Namun masyarakat seringkali salah mengira. Mereka menganggap korupsi politik itu semata-mata terjadi karena kesalahan individu, bukan kesalahan sistemik. Padahal fakta menunjukkan bahwa sistemlah yang menghasilkan individu-individu yang bermasalah. Dan sistem itu pula yang kemudian membiarkan individu-individu tersebut melakukan berbagai bentuk korupsi.
Salah satu bentuk korupsi politik yang paling menonjol adalah dengan memperjual-belikan pasal-pasal dalam undang-undang atau keputusan politik lain seperti penetapan sebuah jabatan atau penyusunan anggaran. Dengan hak untuk membuat hukum perundang-undangan yang dimilikinya, anggota lembaga legislatif bisa melakukan negosiasi kepada pihak-pihak tertentu, baik di dalam maupun di luar negeri untuk memasukkan pasal-pasal dalam perundangan yang menguntungkan mereka. Atau mengatur besaran anggaran dan person tertentu dalam jabatan publik yang sesuai dengan kepentingan mereka. Untuk melakukan itu semua, anggota legislatif akan mendapatkan bayaran sejumlah uang. Tertangkapnya sejumlah anggota DPR dalam kasus suap menunjukkan bahwa praktek seperti itu memang berlangsung secara nyata.
Karena itu, uang ratusan juta bahkan milyaran rupiah yang dibelanjakan agar bisa menjadi anggota parlemen dianggap sebagai sebuah investasi yang pantas. Dengan cara inilah orang-orang yang bermental korup justru yang paling banyak terjaring masuk ke parlemen. Tak mengherankan, jika lembaga perwakilan rakyat itu lebih menjadi wadah untuk mengamankan kepentingan individu yang korup, bukan lembaga untuk mengurusi kepentingan rakyat. Sementara partai yang semestinya menjadi sarana perjuangan politik demi kepentingan rakyat, justru menjadi alat untuk melakukan berbagai tindakan korupsi politik tadi. Walhasil, jadilah korupsi dilakukan secara bersama-sama. Inilah fenomena “korupsi berjamaah”.
Harus kita ganti sistem rusak, ganti dengan sistem yang baik. Ganti penguasa yang rusak, pilih penguasa amanah yang setia menjaga syariah Islam. Sebagai sistem yang tegak di negeri ini, sistem republik demokrasi adalah sistem buatan manusia yang tegak di atas asas pemisahan agama dari kehidupan dan menetapkan kedaulatan sebagai milik rakyat. Jadi rakyatlah yang memiliki hak menetapkan hukum dan syariat. Rakyat yang memiliki hak mendatangkan penguasa dan mencopotnya. Rakyat pula yang memiliki hak menetapkan konstitusi dan undang-undang. Sementara sistem pemerintahan Islam itu berdiri di atas asas akidah islamiyah dan berdasarkan hukum-hukum syara’. Kedaulatan dalam sistem pemerintahan Islam adalah milik syara’ bukan milik rakyat. Umat maupun khalifah tidak memiliki hak membuat hukum. Yang menetapkan hukum adalah Allah SWT.
Akan tetapi Islam menetapkan kekuasaan dan pemerintahan menjadi milik umat. Umat lah yang memilih orang yang memerintah umat dengan islam dan mereka baiat untuk menjalankan hal itu. Selama khalifah menegakkan syariah, dan menerapkan hukum-hukum Islam maka dia tetap menjadi khlaifah berapapun lamanya masa jabatan khilafahnya. Dan kapan saja ia tidak menerapkan hukum Islam maka masa pemerintahannya berakhir meski baru satu hari atau satu bulan, dan ia wajib dicopot. Dari situ kita memandang bahwa ada kontradiksi yang besar antara kedua sistem (Republik demokrasi dengan Khilafah) dalam hal asas dan bentuk masing-masingnya. Atas dasar itu, maka tidak boleh sama sekali dikatakan bahwa sistem Islam adalah sistem republik, atau bahwa Islam menyetujui demokrasi.
Jadi sistem republik itu merupakan sistem yang tegak di atas hukum rakyat untuk diri mereka sendiri. Rakyat adalah pemilik kedaulatan dalam membuat perundang-undangan dan aturan melalui suara mayoritas tanpa memperhatikan apakah halal ataukah haram. Legalitas dalam sistem ini adalah apa yang diputuskan oleh mayoritas dari rakyat. Oleh karenanya itu disebut “sistem republik”, baik republik parlementer ataupun republik presidensil atau campuran antara presiden dan perdana menteri, merupakan sistem yang tidak memerintah sesuai dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah sehingga sistem republik itu merupakan sistem kufur. Kaum muslim haram mengambilnya sebagaimana juga haram menjaganya meski hanya sebentar.
Kepada penguasa di negeri ini, jadilah orang-orang yang jujur kepada Allah dan setia kepada syariah-Nya. Berjuanglah agar syariah Allah menjadi satu-satunya asas konstitusi dan seluruh perundang-undangan. Allah SWT telah menganugerahkan karunia kepada Anda kekuatan dan memberi kekuasaan kepada Anda. Maka gunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk meraih keridhaan Allah SWT. Jika Anda menyia-nyiakan kesempatan itu, Anda letakkan tangan Anda bergandengan dengan barat kafir penjajah, dan berkoalisi dengan antek-antek serta pengikut-pengikut barat, niscaya Anda merugi dunia dan akhirat Anda.
Khilafah adalah sebuah kekuasaan yang menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh). Merupakan sebuah kebutuhan bagi umat Islam untuk mengangkat seorang Khalifah yang akan memimpin Daulah Khilafah dan menerapkan syariah Islam secara kaffah. Maka, tegaknya Daulah Khilafah adalah sebuah kewajiban, dan setiap kelalaian dalam upaya untuk menegakkannya merupakan dosa besar. Rasulullah Muhammad saw. memerintahkan umat Islam untuk memberikan bai’at kepada seorang Khalifah. Nabi menggambarkan bahwa kematian seorang Muslim yang tidak memberikan bai’at (kepada seorang Khalifah) merupakan kematian yang sangat buruk, dengan menyebutnya sebagai mati jahiliyah:
“Dan barangsiapa mati, sementara tidak ada bai’at di pundaknya, maka matinya (dalam keadaan) jahiliyah.” (Hr. Muslim)
Dengan syariah Islam, Khilafah memelihara seluruh urusan umat manusia. Jika syariah tidak diterapkan dalam naungan Daulah Khilafah, maka kedaulatan Islam dalam seluruh aspek kehidupan manusia tidak akan pernah terwujud secara nyata. Maka kerahmatan Islam yang dijanjikan juga tidak bisa dirasakan secara nyata pula. [VM]
Posting Komentar