Jika tidak aral melintang, dapat dipastikan kalau 2 Desember pekan depan umat Islam Aksi Bela Islam Jilid 3 yang disebut juga dengan aksi 212. Aksi akan berjalan di seluruh kota di Indonesia. Seperti aksi jilid 2 Aksi tersebut mendapatkan respon positif dari masyarakat Indonesia yang merindukan keadilan di negeri ini.
Menilai dari rencana Aksi Bela Islam III di Medan, rencananya akan menggerakkan 1 juta massa – bila dikalkulasi dengan sejumlah propinsi di Indonesia 35 Propinsi maka dapat dipastikan Ahok di tolak oleh 35juta Orang ditambah untuk jakarta sudah fix 3 juta orang. Itupun belum dari mereka yang tidak ikut aksi dan bahkan mungkin diantara aparat keamanan yang juga benci dengan Ahok.
Sebagian kecil rakyat indonesia ada yang menolak. Tentu saja penolakan itu hadir dari mereka para pendukung Ahok (sebagai tersangka penista agama) dan partai pendukung Ahok PDIP. Mereka berkonsolidasi secara nasional untuk tetap bela Ahok. Namum mereka banyak hadir hanya di dunia maya, tidak berani muncul ke permukaan. Nah satu orang pendukung Ahok yang berani nyata beliau adalah Kapolri Tito Karnavian.
Ada yang menarik menjelang aksi ini. Yaitu sikap Kapolri yang sedikit lebay dan tanpak cendrung pembelaannya pada Ahok. Kapolri dinilai oleh peserta aksi (umat Islam) saat ini berada dalam barisan pendukung Ahok. Bahkan menjadi ‘tameng Ahok’. Beberapa kali pernyataan Tito mengindikasikan itu.
“Kalau itu (demo 25 November) terjadi, masyarakat bisa menilai sendiri. Karena masyarakat kita sekarang sudah pada pintar. Dan masyarakat tidak mudah dipengaruhi,” ujar Tito saat berkunjung ke Mapolda Metro Jaya, Rabu (16/11/2016). “Saya minta semua pihak konsisten. Kalau isunya memang masalah dugaan penistaan agama, gampang saja, kita ikuti saja proses hukumnya,” Tambahnya
Ntah apa yang melandasi – tapi sepertinya ini karena kepentingan personal Tito saja. Baik kepentingannya bersama Ahok atau kepentingannya untuk berhadapan dengan umat Islam dan ormas Islam.
Butuh di ketahui, Kapolri Tito Karnavian ini satu satunya Kapolri lulus s3 dan bergeral Phd. Desertasinya seputar gerakan Islam. Karenanya wajar pemikirannya sudah tercekoki dengan buruknya gerakan Islam. Itulah yang melanggengkan dia pada posisi densus 88 dahulu. Sudah bukan rahasia umum, kalau densus 88 dahulu sudah menembak mati di duga teroris tanpa proses peradilan. Cara berfikir sarkas anti mainstream umat Islam ada pada dirinya. Dia selalu selalu skeptis terhadap gerakan Islam. Akhirnya dia selalu berasumsi buruk gerakan Islam, termasuk Saat umat islam membela Agamanya. Inilah yang menjadi latar betapa pentingnya Kapolri untuk menghempang gerakan Islam.
Hal ini dipertegas fakta bahwa di beberapa daerah Kapolda, Kapolres relatif mengapresiasi aksi yang dilakukan masyarakat. Bahkan di Medan, Kapolda Sumut ikut berjalan bersama peserta aksi dalam aksi bela Islam jilid 2 lalu. Ini bukti Bahwa melawan umat islam kapolri berdiri sendiri.
Ditambah lagi, Kapolri berkali kali mencoba bangun opini bahwa aksi ini adalah aksi ‘bermasalah’. Mulai dari aksi yang di tunggangi aktor politik, gerakan khilafah sampe adanya upaya makar dalam aksi bela Islam ini. Terbaru malah kapolri meminta semua gubernur untuk larang warganya ikut aksi 212 di Jakarta. Tentu saja ini menambah preseden buruk kepolisian. Karenanya wajar kalau berbagai tokoh berkomentar pedas kepada Kapolri.
Tentu saja kita menilai wajar para tokoh dan polisi ini memandang kapolri sedemian parahnya. Karena sejarah perjalanan bangsa ini, baru ini kapolri tunduk pada kepentingan politik.
Melihat begitu sangar dan sadisnya Kapolri, maka titah Amerika sebagai negera pemimpin perang melawan terorisme menjadi sangat nyata. Itulah menjadi jawaban kenapa Amerika tidak hadir dalam opini TangkapAhok. Padahal seperti biasa Amerika sering mengkomentari urusan dalam negeri indonesia. Apalagi kalau urusan Intoleransi.
Terakhir, Tentu saja kita harus waspada dalam aksi ke depan. Bukan waspada akan anarkisme aksi – tapi waspada terhadap propokasi terorisme. (int)
Sumber upIslam
Posting Komentar