Moh. Muhaimin (Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang).
Assalamu ‘Alaikum War. Wab.
Yang saya hormati Dr. Ainur Rofiq al-Amin dan Saudara Makmun Rasyid.
Pada tanggal 28 April 2017 sore kemarin saya mengikuti acara Dialog Khilafah dan Wawasan Kebangsaan yang diadakan oleh Harakatuna bekerja sama dengan salah satu LSM. Acara yang seharusnya diadakan di Aula Fakultas Saintek UIN Maulana Ibrahim Malang dipindah di di Hotel Pelangi 2 Kota Malang.
Kehadiran saya pada acara tersebut selain karena sebagai salah satu Mahasiswa UIN Malang, juga karena penelitian (tesis) saya bersinggungan dengan tema yang akan dibahas dan latar belakang anda berdua yang dalam disertasi serta srikpsi anda membicarakan Khilafah, lebih khusus Saudara Makmun Rasyid dalam perspektif tafsir. Tema penelitian saya adalah “Perbandingan Kontruksi Metodologi Tafsir Adlwa’ al-Bayan dan Tafsir al-Munir Serta Aplikasinya Pada Konsep Khilafah”. Jadi jelas ada persinggungan.
Sejak dari rumah saya membayangkan acara tersebut adalah acara dialog ilmiah, sehingga saya telah mempersiapkan 3 lembar cacatan penelitian saya untuk saya bentur (dialog)-kan dengan disertasi Dr. Ainur Rofiq dan Skripsi Saudara Makmun Rasyid. Tapi sayang pada acara tersebut sama sekali sekali jauh dari harapan saya. Sehingga saya tidak jadi melakukan Counter pemikiran, selain karena suasana yang tidak kondusif.
Acara tersebut tidak lebih dari acara tukang fitnah dan tumpukan kesalahan. Bahkan seorang penanggap menyatakan dengan istilah “cengengesan”. Kalimat dibuat sendiri, ditafsiri sendiri dan disimpulkan sendiri, namun digunakan untuk menghakimi kelompok lain. Misalnya menuduhkan HTI mengkafirkan seluruh muslim di Indonesia. Mana ada ajaran HTI yang seperti itu, tunjukkan kitab resmi dari HTI atau ungkapan dari anggotanya bila ada. Saya jamin tidak ada. Kalau demokrasi adalah sistem kufur atau tidak sesuai dengan Islam, iya. Karena demokrasi tidak dapat dipisahkan dengan sekularisme. Sangat Jauh berbeda antara mengkafirkan orang dan menyatakan suatu sistem tidak sesuai dengan Islam.
Saudara Makmun Rasyid beberapa kali melecehkan anggota HTI karena banyak yang tidak tahu baca kitab (bahasa Arab). Anda seolah-olah lupa bahwa kelompok apapun pasti lebih banyak orang awamnya dari pada ulamanya. Coba lihat di NU, Muhammadiyah, Persis, Hidayatullah, Wahdah Islamiyah atau al-Khairat, lebih banyak mana ulamanya atau orang awamnya? Demikian pula dengan HTI. Ada ulamanya juga ada orang awamnya. Jangan lupa lho, HT didirikan oleh orang Arab alumni Doktoral al-Azhar, para anggotanya juga lebih banyak dari orang Arab, yang bila mereka al-Quran laksana membaca Koran (dari sisi memahami maknanya secara umum) dan kitab-kitabnya semua dalam bahasa Arab.
Dr. Ainur Rofiq dan Saudara Makmun Rasyid mengulang-mengulang fitnahnya bahwa Khilafah akan memecah belah NKRI. Anda berdua sadar atau mengigau? Justru ide khilafah untuk mempersatukan umat Islam yang saat ini terpecah belah menjadi lebih dari 55 negara.
Dr. Ainur Rofiq al-Amin dan Saudara Makmun Rasyid yang saya hormati,
Hanya saja surat ini saya buat lebih dalam rangka membenturkan atau memperbandingkan dengan apa yang Dr. Ainur Rofiq al-Amin dan Saudara Makmun Rasyid simpulkan dalam karya ilmiah tersebut bahwa khilafah tidak wajib. Karena menurut anda berdua tidak ada dalilnya dalam al-Quran kewajiban khilafah.
Sekedar info, Penelitian saya terhadap dua tafsir, yakni Tafsir Adlwa’ al-Bayan dan Tafsir al-Munir, serta Kitab Al-Fiqh al-Islamiy Wa adillatuhu Juz 8 sebagai sumber skunder. Tafsir Adlwa’ al-Bayan adalah Karya Muhammad al-Amin Syinqity, seorang ulama bermadzhab Malikiy, Asal Mauritania Afrika Utara yang kemudian menjadi pengajar tafsir di Masjid Nabawi Madinah dan beberapa Universitas di Madinah dan Riyadl. Sedangkan Tafsir al-Munir dan al-Fiqh al-Islamy wa adillatuhu adalah karya Wahbah al-Zuhailiy, seorang ulama bermadzhab Hanafiy, Asal Damasykus, alumni Doktoral al-Azhar Mesir yang kemudian menjadi Guru Besar di Damasykus Syiria.
Dr. Ainur Rofiq dan Saudara Makmun yang saya hormati,
Temuan saya ternyata berbeda 180 % dengan Temuan anda berdua. Dalam temuan saya ternyata seluruh Ulama dan Kaum muslimin telah berijma’ (bersepakat) kewajiban mengangkat seorang khalifah, baik Ahlu Sunnah, Murji’ah, Syi’ah,khawarij dan Mu’tazilah, kecuali abu Bakar al-Asham. (Lihat : Adlwan al-Bayan, hlm. 70; al-Munir, hlm. 140 dan Al-fiqh al-Islamiy wa adillatuhu juz 8 , hlm. 6136).
Temuan saya yang lain adalah baik Muhammad al-Amin al-Syinqity dan Wahbah al-Zuhailiy sepakat, bahwa kaum muslimin hanya wajib memiliki satu pemimpin atau Khalifah, bahkan itu pendapat jumhur. (lihat : Adlwa’ al-Bayan, 83 dan fiqh Islam Waadillatuhu, 6193 dan 6185).
Saya juga menemukan ada 6 buah kitab tafsir yang menjadikan al-Baqarah : 30 sebagai pintu masuk kewajiban mengangkat khalifah, kemudian dikuatkan dengan ayat-ayat lainnya. Seprti Surat Sad : 26, al-Nur 55, al-An’am : 55, Yunus : 14 dan lain-lain. 6 Tafsir tersebut Selain kedua tafsir tersebut, juga al-Qurthubi jilid1 hlm 395, Bada'iush Shanai' fii Tartibis Syarai' juz 14, Imam Bin Ali bin Adil Al Hanbaliy al-Hlm. 406, Tafsir Lubab fii 'Ulumil Kitab Juz 1 Imam 'Alauddin al-Kasaniy al-Hanafiy, Hlm. 501-503 dan Tafsir Ibnu Katsir (halamannya masih perlu dipastikan). Padahal sangat mungkin juga tafsir-tafsir lain juga serupa.
Begitu pula banyak sekali buku atau kitab Non Tafsir yang menyatakan wajibkan mengangkat Khalifah dan menegakkan khilafah, antara lain: Syarah Shahih Muslim Juz 6 Hlm. 291 (Imam Zakaria An-Nawawiy ), fiqh al-Daulah, halaman 24 (Dr. Yusuf Qardlawi), Teori Politik Islam Terj. Halaman 24 (Dr. Dliya’ al-Din al-Rais), Fiqh Islam halaman 495 (Sulaiman Rasyid) dll.
Saya jadi berpikir, anda berdua mengaku Ahlu Sunnah, tapi justru mengingkari ijma dari para ulma ahlu Sunnah, bagaimana itu?
Bila anda berdua menyatakan tidak dalil dalam al-Quran kewajinan menegakkan khilafah maka para mufassir diatas justru menggunakan dalil yang sangat banyak, baik al-Quran, Hadits maupun Ijma Sahabat. Dalam al-Quran terbagi kedalam tiga kategori yakni: 1) Ayat-ayat yang secara lafadz mengandung kata khalifah, khulafa>’, khala>if dan istakhlaf : al-Baqarah : 30, shad : 26, an-Nur : 55. Dll. 2) ayat yang secara makna memiliki makna yang sama dengan khalifah : al-Nisa : 59. Ayat yang berisi perintah berhukum dengan hukum Allah : al-maidah, 48, 49,44, 45, 47 dll. Adapun hadits yakni hadits-hadits tentang Wajib berbaiat dan ketaatan pada imam, sedangkan Ijma sahabat adlah setelah peristiwa Saqifah Bani Sa’idah.
Saya jadi berpikir lagi, apakah para ulama diatas yang bodoh karena menggunkan dalil-dalil tersebut atau anda berdua yang sok tahu?
Akhirnya saya mencoba mengamati buku anda (Dr. Ainur Rofiq). Dari salah satu sampel yang saya amati yakni pada sub bab Landasan Normatif Khilafah (hlm. 119-137) saya menjadi tahu penyebabnya. Ada dua hal yang dapat saya simpulkan mengapa kesimpulan anda berbeda dengan pendapat jumhur ulama, yakni :
PERTAMA, Dr. Ainur Rafiq tidak objektif.
Dr. Ainur Raoiq tidak mengambil sumber-sumber primer dari kitab para ulama yang mu’tabar, sehingga seolah-olah khilafah hanya wacana dari HTI. Padahal para ulama dari 4 madzhab telah membahasnya.
Dr. Ainur Rofiq Justru mengambil kesimpulan dari sumber skunder yang seolah-olah seorang ulama tertentu (Ibnu Taimiyah) menyatakan bahwa khilafah tidak memiliki dasar dalam al-Quran (Lihat Buku Membongkar Proyek Khilafah, hlm. 123). Padahal bila dirujuk kesumber primer, Ibnu Taimah menyatakan Khilafah adalah kewajiban agung. (Lihat : Wahbah Zuhailiy, al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuhu, hlm.6146).
KEDUA, Dr. Ainur Rofiq banyak menggunakan teori dari orang-orang yang tidak tepat. Padahal fungsi teori sangat penting pada sebuah penelitian, akhirnya jawabannya sudah bisa ditebak, khilafah tidak wajib . Misalnya :
Menggunakan Teori dari Ali Abdurraziq, padahal Ia dipecat oleh Al-Azhar karena dianggap memiliki pendapat yang menyimpang dalam masalah khilafah.
Menggunakan teori dari Husayn Haikal : Padahal Husayn Haikal adalah seorang sejarawan atau filosof. Seharusnya teori dari fuqaha’ karena kewajiban khilafah adalah masalah fiqh.
Kepada anda Saudara Makmun, anda menyatakan pembahasan Khalifah berbeda dengan khilafah. Karena khalifah adalah orang sedangkan khilafah adalah sistem. Anda seolah hendak mendikotomi dua istilah tersebut, dengan menerima istilah khalifah secara umum namun menolak khilafah. Betul, khalifah dan khilafah memiliki makna berbeda, khalifah adalah pemimpin sedangkan khilafah adalah sistemnya. Namun jangan lupa, para ulama menulis Khalifah dan dalam Bab Khilafah dan menulis Khilafah dalam ayat Khalifah. Artinya kedua hal tersebut memiliki keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Bila Anda berdua menolak Khilafah, pertanyaannya :
a. Apa solusi keterpurukan umat Islam saat ini?
b. Bagaimana kita dapat melaksanakan Syariat Islam (hukum yang ada dalam al-Quran dan Hadits) secara total? Baik berhubungan dengan Hudud, jinayat, jihad (futuhat), menarik jizyah, fa’i, zakat (mal), kewajiban bersatu, mengelola SDA, menciptakan lingkungan yang islami, dll.
c. Bagaimana kita bisa menolong saudara-saudara yang dibantai oleh kaum kuffar diberbagai belahan dunia?
d. Bagaimana kita bisa menjadi umat yang terkemuka dimuka bumi ini sebagaimana dahulu?
Akhirnya saya perlu mengingatkan Dr. Ainur Rofiq al-Amin dan Saudara Makmun Rasyid, kembalilah pada pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa mengangkat khalifah dalam sistem khilafah adalah wajib. Berhentilah melakukan provokasi pada anak-anak muda dengan menyatakan khilafah tidak wajib dan ide khilafah memecah belah NKRI.
Saya pun perlu mengingatkan anda dengan Hadits Nabi Saw. berikut :
من قال في القرأن برأيه فأصاب فقد أخطأ
Barang siapa berbicara tentang al-Quran dengan pendapatnya semata kemudian benar, maka sesungguhnya dia telah salah. (HR. Abu Dawud).
Demikian surat terbuka saya ini. Semoga dapat menjadi renungan. Allahu a’lam.
Wassalam ‘Alaikum. War. Wab.
Dari Saudara Seimanmu.
Malang, 29 April 2017.
Posting Komentar