Oleh: Nasrudin Joha
Bangsa ini, seyogyanya belajar dari negeri tetangga, betapapun sebelumnya negeri itu banyak belajar dan menjadi cerdas karena melihat dinamika dan gejolak yang terjadi di negeri ini.
Malaysia adalah negeri terdekat, yang dahulu banyak belajar dari negeri ini dan menjadi lebih maju karenanya. Pada tempo dulu, banyak hal yang dicontoh dari Indonesia -bahkan Malaysia- pernah mengimpor guru-guru dari Indonesia.
Hari ini, umat sudah begitu jengah dengan kedunguan rezim yang telah menulikan telinga, mengabaikan setiap kritik dan masukan dari rakyatnya. Rezim terus saja melakukan kebijakan impor, ditengah banyaknya kritik publik atas kebijakan itu.
Impor garam, impor gula, impor beras, impor jagung, impor cangkul, bahkan impor tenaga kerja China. Seluruh saran dan masukan, kritik dan kecaman, nampaknya tidak membuat rezim ini mengubah tabiatnya.
Tabiat rezim yang micek, Ndablek, mbudeg, semaunya sendiri, sambil terus mengkerdilkan setiap kritik dan masukan yang menyapanya. Watak culas dan acuh terhadap rakyat, telah menjadikan rezim bagai duduk tinggi di menara gading. Meskipun teriakan itu keras, bagi telinga rezim terdengar sayup dan tidak membekas.
Karenanya, saatnya umat merubah haluan, dan mengubah posisi pada sisi yang lain. Umat, harus mengambil posisi sebagai importir perubahan, mengadopsi dinamika politik yang ada di Malaysia, mengimpornya dengan harga kontan, untuk mendorong proses akselerasi perubahan di Indonesia.
Pasca tumbangnya rezim tiran Malaysia, kebijakan Mahathir Mohammad yang mecekal Nazib Razak, mengisolasinya, menyita seluruh harta korupsinya, keluarganya, juga wajib diimpor untuk kemudian di terapkan di negeri ini. Rezim di negeri ini, harus merasakan betapa kehinaan akan menyungkurkannya saat kekuasaan rezim binasa.
Kontestasi politik 2019, harus bisa menyatukan kaum oposan, aktivis kontra rezim, partai kontra rezim, dan segenap umat yang telah terlalu lama tersiksa dan harus bersabar dengan ketertindasan harus bangkit dan berikrar sumpah persatuan.
Persatuan yang akan menggulung rezim, persatuan yang akan mengakhiri kedzaliman rezim, persatuan yang akan menuntut balas rezim, persatuan yang akan memindahkan seluruh derita dan nestapa yang dialami umat, untuk ditimpakan dan agar dirasa oleh rezim.
Kedustaan rezim dari level kepemimpinan yang tidak pernah dituntaskan, harus diakhiri dengan tidak tuntasnya kekuasaan yang masih berproses menuju ajalnya. Semangat itu, akan membuka jalan setapak pembaruan menuju perbaikan umat dan bangsa ini.
Wahai para aktor-aktor perubahan, wahai kalian para penyuluh api revolusi, wahai kalian setiap jiwa yang berteriak karena dera kedzaliman rezim, menyatulah !
Berbalutlah janji Prasetya, untuk menghilangkan bala dan nestapa, atas setiap inchi kedzaliman yang ditimpakan rezim zalim, khianat dan anti Islam. Berikrarlah dengan kalimat para ksatria, yang tidak akan berhenti memacu kuda, hingga tanah-tanah perjuangan terbebaskan.
Berderulah, dengan desingan kaki-kaki tegap, berlari, mencekik leher rezim, melemparkannya pada lobang-lobang pembuangan, dan membiarkannya tersungkur, terjerembab pada titik yang terdalam.
Wahai para ksatria, malulah kalian dengan Mahathir, seorang kakek yang sudah ringkih namun mampu membakar api perubahan, menumbangkan kedzaliman dan menghukumnya secara keras. Bangkitlah, kalian lebih hebat dari itu dan mampu melakukan hal yang lebih dahsyat dari itu.
Api revolusi sudah di percikan, kobarkan api itu menebar pada gersangnya rerumputan kering umat, yang telah lama menyala, menunggu saat untuk melumat habis kursi kekuasaan rezim, dan mengeringkannya menjadi arang dan residu perubahan. Bergeraklah ! Allahu Akbar ! [].
Posting Komentar