SULITNYA MENEMUKAN PANCASILA DI NEGERI INI


Oleh : Ahmad Sastra

Ketika negeri ini menerapkan sistem kapitalisme, dimana kaum borjuis selalu mengumbar libido materialisme, maka nilai-nilai pancasila sulit ditemukan di bumi pertiwi ini.

Sila kelima yang mengamanahkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, namun faktanya hanya basa-basi, justru ketidakadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang terjadi. 

Kemiskinan dan pengangguran semakin menganga. Paksaan bayar pajak semakin mencekik. Harga-harga kebutuhan terus melambung. Biaya pendidikan dan kesehatan tak lagi terjangkau. Bahkan sumber daya alam milik rakyat telah tergadai dan terjual. 

Saat negeri ini menerapkan sistem demokrasi, dimana kekuasaan dimaknai sebagai ladang mencari nasi dan politik transaksional menjadi budaya, maka nilai-nilai pancasila menghilang seperti ditelan kegelapan libido kekuasaan.

Sila keempat mengamanahkan kekuasaan sebagai wakil rakyat, sementara rakyat tidak pernah merasa diwakili. Suara dan tuntutan rakyat sering kali dianggap angin lalu. Banyak kebijakan politik yang justru menyengsarakan rakyat.  Jadi sebenarnya siapa yang sedang  diwakili. 

Ketika negeri ini menerapkan sistem sekulerisme, dimana nilai agama dianggap sebagai penghambat kemajuan bangsa, maka nilai-nilai pancasila dimusnahkan tanpa tersisa. 

Disatu sisi bangsa ini mengaku sebagai bangsa religius, negara berdasar ketuhanan Yang Maha Esa, namun faktanya Islam justru sering dicurigai bahkan dimusuhi. 

Sila pertama mengamanahkan agar rakyat Indonesia menjadi warga yang beriman dan bertaqwa hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan Yang Maha Esa. Namun yang terjadi justru monsterisasi agama tauhid, kriminalisasi ulama, dan pelumpuhan ormas-ormas Islam. 

Ketika negeri ini menerapkan liberalisasi, dimana kebebasan berekspresi dan berfikir dilindungi sebagai hak asasi manusia, maka yang lahir adalah hilangnya nilai kemanusiaan dan lahirnya watak manusia yang tak beradab. Bahkan para pemimpin negeri ini hampir tak pernah terdengar bicara tentang adab dan peradaban. 

Ketika sila kedua mengamanahkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, maka  terasa jauh panggang dari api, jauh masalah dari solusi. 

Alih-alih menjadikan manusia beradab, bahkan bangsa ini sulit mendapati pemimpin teladan hingga rakyat banyak terjerumus kepada sikap dan perilaku amoral tak beradab dan tak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan. 

Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme para pejabat negeri ini begitu telanjang dipertontonkan kepada rakyat jelata yang sedang lapar. Lantas kepada siapa generasi muda bangsa ini hendak mencari tokoh teladan ?. 

Bahkan sekulerisme-kapitalisme-liberalisme telah menjadikan rakyat indonesia mudah diadu domba, bercerai berai dan sulit untuk kembali disatukan. Padahal sila ketiga mengamanahkan sila persatuan Indonesia. 

Berbagai ketidakadilan dan kezoliman politik transaksional sejatinya telah meniadakan nilai-nilai pancasila di negeri ini. Meski mulut berbusa-busa menyebut dan memuja pancasila sekalipun, meski teks pancasila dibacakan di sudut-sudut sekolah dan perkantoran sekalipun, dan  meski teks pancasila dihafalkan oleh anak SD hingga pejabat negara sekalipun. 

Tapi sesungguhnya rakyat tidak pernah bisa merasakan kehadiran pancasila dalam kehidupan mereka. Sebab yang dilihat, didengar dan dirasakan justru dramaturgi politik yang berseberangan dengan nilai-nilai Pancasila. 

Saat kapitalisme sekuler demokrasi di terapkan di negeri ini, kemanakah Pancasila ? 

*(AhmadSastra,KotaHujan,22/08/19 : 09.09 WIB)*

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget