YOS JOHAN, REKTOR DIKTATUR & RADIKAL

YOS JOHAN, REKTOR DIKTATUR & RADIKAL

Oleh : Nasrudin Joha 

Pemimpin itu selain pelayan juga pelindung bagi rakyatnya. Karena itu, selain bertugas melayani pemimpin juga punya tugas melindungi. Jika rakyatnya mendapat masalah atau musibah, pemimpin itu wajib melindungi. Bukan malah menggorok leher rakyatnya dan menyerahkan bangkainya kepada musuh.

Jika dia pemimpin universitas, maka Rektor memiliki tugas melayani dan melindungi seluruh sivitas akademika kampus, baik dosen, mahasiswa maupun karyawan. Rektor yang demikian akan dikenang sebagai Rektor yang bijak, temuwo, menentramkan jiwa rakyat kampus.

Tidak demikian dengan Yos Johan, Rektor Undip. Ketika salah satu dosennya dituding anti Pancasila, anti NKRI, padahal rezim yang menuding itu sendirilah yang tidak Pancasilais, Johan tidak melindungi atau mengayomi warganya. Johan, justru menangkap bawahannya, 'menyembelihnya' dan menyerahkan jasad sembelihan bawahannya untuk dipersembahkan kepada rezim, sebagai sesaji agar kuasanya di Undip tidak diusik. 

Itulah, hakekat kasus yang dihadapi oleh Prof Suteki. Beliau, dipersoalkan oleh rezim karena menjelaskan ilmu yang diyakininya pada sebuah forum intelektual di pengadilan. 

Alih-alih mendapat dukungan dan pelindungan dari kampus, Prof Suteki malah mendapat 'vonis zalim' dari Rektor kampus, berupa dicabut dua jabatan fungsionalnya. Tidak cukup sampai disitu, Prof Suteki juga di tuding sebagai dosen radikal.

Padahal, kalau mau fair dan jujur justru tindakan Yos Johan lah yang Diktatur dan Radikal. Sebab, sebagai pemimpin Undip Yos Johan bukannya melindungi dan mengayomi warga kampus, justru malah turut andil mempersekusi Prof Suteki.

Ini adalah sejarah pertama, seorang Rektor 'menyembelih' dosennya sendiri secara terbuka dihadapan publik. Tindakan ini, semoga menjadi yang pertama dan yang terakhir.

Akibat tindakan ini, ruang akademis tak lagi berbasis ilmu dan nalar kritis seorang intelektual sejati. Pikiran mereka, telah diracuni oleh bias represifme rezim sehingga kebenaran dan ilmu boleh jadi akan disembunyikan, jika khawatir berlawanan dengan logika kekuasan. 

Ruang akademis kampus, berubah menjadi ruang politis dimana kebenaran itu tunduk pada logika kekuasaan. Tak ada lagi perdebatan ilmiah, yang ada hanya instruksi otoritas 'kamu atau saya pemimpin disini ?'.

Rektor Diktatur dan Radikal seperti Yos Johan ini sangat membahayakan masa depan Undip, dan masa depan dunia intelektual kampus Indonesia. Rektor seperti ini, akan menumbangkan ilmu dan menganggapnya hanya mitos yang hanya dijadikan jampi-jampi saat acara wisuda.

Rektor semacam ini, tidak boleh dijadikan teladan. Bahkan, namanya patut diabadikan sebagai 'Fir'aun Kampus' agar menjadi prasasti pengingat generasi bangsa, agar tidak terjadi pada generasi selanjutnya.

SELAMATKAN UNDIP DARI DIKTATORISME PROF YOS JOHAN

Prof Suteki menggugat, sebab jabatannya sebagai ketua program Magister Ilmu Hukum dan anggota senat Fakultas Hukum Undip dicopot secara zalim. Pangkal persoalan, adalah karena Prof Suteki memberikan keterangan sebagai ahli pada sidang Yudisial Review Perppu ormas di MK dan sidang gugatan HTI di PTUN Jakarta.

Tanpa prosedur normal, jabatan Prof Suteki dicopot. Secara substansi, alasan mencopot jabatan Prof Suteki juga bermasalah. Rektor Undip mempersoalkan Pandangan hukum berdasarkan keahlian sebagai ahli sosiologi hukum dan pakar Pancasila yang telah mengabdi mengajar di Undip hingga 24 tahun.

Narasi lanjutkan, Prof Suteki di cap dosen radikal. Bahkan, namanya diabadikan untuk mengancam sejumlah dosen di tanah air agar tidak Kritis dan melawan kezaliman rezim. Bagi akademisi dan sivitas akademika yang melawan rezim akan 'di-suteki-kan'.

Di Undip, yang mempelopori tindakan represif dan diktatur terhadap Prof Suteki adalah Prof Jos Johan. Dia, adalah Rektor Undip yang meletakan batu pertama diberlakukannya diktatorisme di Undip.

Di Undip sendiri, peristiwa ini jadi pergunjingan. Mayoritas dosen dan mahasiswa menyayangkan, bahkan memrotes tindakan zalim sang rektor. Sayang, protes dan sumpah serapah itu dilakukan dengan 'mbatin'. Mayoritas, juga khawatir di sutekikan jika mengaktualisasikan ketidakcocokan pada kebijakan zalim rektor.

Namun, dalam diskusi terbatas dari mulut ke mulur, nama Yos Johan menjadi begitu amis. Tangan yang berlumuran darah itu, selalu dijadikan contoh tentang kediktatoran dalam mempertahankan jabatan.

Tidak ada yang simpati, kecuali Nasir dan geng Jokowi. Semua tunduk dan taat didepan muka, tapi mencibir dan memaki dari belakang.

Undip, civitasnya tetap merepresentasikan kultur akademis Jawa. Karakter diam orang Jawa, bukan berarti tunduk, tetapi sedang melawan dalam diam.

Prof Suteki, nampak berbeda. Dia, adalah pribadi Jawa yang blokosuto, apa adanya. Tidak menutup atas rasa kejengkelan dizalimi, dan melawan melalui prosedur hukum yang ditetapkan.

Namun, mereka diluar Prof Suteki ? Yang diam-diam mendukung pros Suteki dan diam-diam melawan Prof Yos Johan ? Apakah ini tidak berbahaya bagi masa depan Undip ? Bisa saja rektor Undip hanya ditaati dalam kata, tapi dilawan dalam diam. Ini berbahaya !

Karena itu, sebaiknya sivitas Undip melawan secara terbuka. Agar diktatorisme Undip segera diakhiri. Agar tidak ada dosen lain yang di sutekikan lagi. Jika tidak ? Ancaman diktatorisme itu juga bisa mengintai Anda. Waspadalah ! [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget