Oleh : Nasrudin Joha
Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (Waketum DPP) Partai Demokrat Syariefuddin Hasan menyatakan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merupakan kader paling menonjol yang sudah dipersiapkan partainya untuk menjadi pemimpin di hari mendatang. Syarief menyebut AHY yang menjabat sebagai Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat itu juga siap menjadi menteri di kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendatang (10/10).
Cara-cara seperti ini adalah cara paling kuno untuk menawarkan proposal, ngarep dapat menteri, dalam fatsoen politik. Awalnya bicara bangsa, bicara visi, bicara kapasitas, ujung-ujungnya bicara posisi.
Ga usah AHY, semua kader partai sampai sekelas Eko Patrio juga disiapkan untuk menjadi kader pemimpin, penerus estafet kepemimpinan masa depan. Ga perlu menyebut aktif disini atau disitu, semua kalau ditunjuk menteri juga mau. Bahkan, urusan pengalaman dan kapasitas itu nomor kesekian ratus.
Tapi persoalannya, apa iya Jokowi butuh AHY ? Apa iya mega bisa terima AHY yang dalam sidang DPR pun, termasuk disimpangi mega, tidak disalami, diperlakukan sama seperti Surya Paloh.
Secara objektif, seberapa besar peran Demokrat untuk kemenangan Jokowi sehingga Demokrat merasa memiliki harga diri untuk menawarkan proposal menteri ? Seberapa butuh PDIP dan Jokowi untuk mengambil AHY sebagai menteri, ditengah deret antrian panjang kader PDIP yang juga ngarep kepingin jadi menteri ?
Memang sejak Pilpres, Demokrat tidak benar-benar bersama Gerindra. Disejumlah isu, Demokrat justru menggembosi Prabowo, capres Gerindra.
Misalkan saja, pada kampanye Prabowo do GBK yang dituding SBY sebagai tak lazim dan tak inklusif, karena kampanye diwarnai nuansa ibadah (sholat tahajud) dan syiar-syiar Islam. Posisi SBY sebenarnya jika mendukung Prabowo lebih elok diam, ketimbang komentar mendeskreditkan kampanye Prabowo yang notabene secara formal didukung Demokrat.
SBY berulang kali bermanuver mencari peran untuk mendukung Jokowi dengan mendelegitimasi sejumlah kegiatan kampanye Gerindra. Pasca pengumuman KPU, SBY juga gigih berusaha menjadi pihak yang memediasi agar terjadi rekonsiliasi antara Jokowi - Prabowo.
SBY rebutan peran untuk mencari saham 'legitimasi pilpres' dengan berusaha mempertemukan Jokowi dengan Prabowo. Ikhtiar yang sama juga dilakukan Luhut Panjaitan, namun keduanya gagal. Akhirnya, yang berhasil adalah BG melalui karibnya, Dasco, berhasil mempertemukan Jokowi - Prabowo di Lebak Bulus.
Ikhtiar SBY ini dilakukan dalam rangka mencari poin, agar merasa punya alasan untuk bernegosiasi meminta sejumlah posisi kekuasaan untuk putra mahkotanya. Secara gitu, AHY bukankah siapa-siapa didalam dunia politik. SBY, perlu mensupervisi langsung agar putra mahkotanya bisa take off dan eksis didunia politik.
Namun semua ikhtiar SBY gagal, SBY dan Demokrat Tak memiliki secuilpun saham politik yang bisa diperhitungkan PDIP untuk membagi kue kekuasan dan diberikan kepada AHY.
Jangankan SBY, Gerindra yang telah menanam saham legitimasi dengan proyek rekonsiliasi Prabowo - Jokowi saja, pada faktanya dikadali PDIP. Luputnya posisi ketua MPR RI membuktikan, bahwa Gerindra kalah set dengan PDIP. PDIP telah mengunduh legitimasi Pilpres dari Gerindra, sementara Gerindra gigit jari tak mendapat posisi ketua MPR RI yang sempat dijanjikan.
Jadi, kuat dugaan ikhtiar Demokrat ini akan Gatot alias gagal total. Apalagi, antara SBY dan mega memiliki sejarah panjang yang sulit dilupakan mega. Secara, mega dalam urusan hati sangat sensitif dan memendam rapih rasa didada, sampai kapanpun bahkan bisa jadi dibawa mati.
Namun, sebagai ikhtiar, namanya juga usaha, kita kasih aplouse lah buat Demokrat yang berani terbuka mengirim proposal kepada PDIP untuk menjadikan AHY sebagai menteri Jokowi. Sekali lagi, mari bersorak : hip hip, hore. Hip hip, hore. Hip hip, huuu. [].
Posting Komentar