Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani
Sambil merampas bendera Tauhid seseorang di Cianjur matanya pecicilan, dengan berujar "kami tidak anti Tahlil, kami tidak anti Tauhid." Sebuah pemandangan yang mampu mengernyitkan dahi, dilisannya mengaku tidak anti kalimat Tauhid, tetapi dalam tindakannya justru tidak suka dengan simbol-simbol Tauhid.
Boleh saja mereka berkata, "yang kami tolak adalah bendera HTI, bukan Tauhidnya," padahal dengan perampasan mereka terhadap bendera Tauhid yang tulisannya berwarna biru sudah cukup menjadi bukti bahwa mereka alergi dengan kalimat Tauhid. Pasalnya, bendera yang selama ini sering dibawa oleh teman-teman HTI tulisannya berwarna hitam, bukan biru.
Belum lagi fakta lainnya. Jika memang mereka hanya menolak "bendera HTI", lalu kenapa mereka membakar ikat kepala yang bertuliskan kalimat Tauhid seperti tahun lalu? kenapa mereka melarang orang yang berjualan pin dan peci yang bertuliskan kalimat Tauhid? kenapa pula mereka menyisir mobil-mobil yang di kaca belakangnya ada tulisan Tauhid?
Kalo mereka mengaku hanya anti "bendera HTI", lalu kenapa semua barang (aksesoris) yang berlafadzkan kalimat Tauhid mereka sisir juga? itu artinya mereka memang anti kalimat Tauhid, akan tetapi mereka tidak menyadarinya.
Sebagaimana yang Allah berulangkali sampaikan mengenai perbuatan kaum munafik yang selalu membuat kerusakan, walaupun mereka sendiri tidak menyadari jika sedang berbuat kerusakan.
Mengaku tidak anti Tauhid, tetapi setiapkali ada aksesoris yang bersimbolkan kalimat Tauhid mereka gerah melihatnya. Inilah yang disebut sebagai kelainan jiwa pada seseorang yang mengaku dirinya sebagai muslim. Walaupun mereka mengaku tidak anti Tauhid dan Tahlil, tetapi sikap mereka telah menunjukan bahwa pada hakikatnya mereka memang anti segala macam simbol Ketauhidan.
Na'uudzubillah
#IslamAdalahSolusi
Cirebon, 23 Oktober 2019
Posting Komentar