Oleh : Nasrudin Joha
Untuk mengukur kadar kapasitas rezim dalam menyelesaikan problem ketatanegaraan, rasanya cukup untuk melihatnya melalui isu dua Perppu, yakni Perppu HTI dan Perppu KPK.
Kenapa disebut Perppu HTI ? Karena, meskipun dengan nama Perppu ormas namun jelas sasaran target dikeluarkannya Perppu No. 2 tahun 2017 adalah dikhususkan untuk menjadi dasar legitimasi pencabutan status BHP HT. Setelah itu, Perppu ini menjadi tidak berarti, karena tujuan diterbitkannya Perppu bukan lagi untuk mengatur urusan publik, tapi hanya untuk urusan HTI.
Kenapa disebut Perppu KPK ? Karena, eksistensi Perppu ini penting bagi keberlangsungan hidup KPK. Jika Perppu yang membatalkan UU KPK perubahan tidak diterbitkan, sama saja rezim telah membunuh KPK.
Kedepan, tak ada lagi realitas pemberantasan korupsi kecuali sekedar tayangan sinetron oleh KPK, yang dikendalikan komisioner terpilih, sekedar untuk kamuflase bahwa proses pemberantasan korupsi masih dilakukan, walau pada faktanya tidak ada lagi.
Apa perbedaan Perppu HTI dan Perppu KPK ? Mari kita ulas.
Pertama, kondisi Kegentingan yang memaksa pada kasus Perppu HTI tidak ada. Tidak ada protes publik terhadap HTI, tidak ada demo-demo menuntut HTI dibubarkan. Bahkan, sebelum terbit Perppu justru banyak kegiatan HTI yang dipersekusi.
Agenda kolosal HTI dengan tajuk 'Masiroh Panji Rasulullah', diberbagai tempat banyak dihambat. Bahkan, Tito Karnavian keceplosan di forum DPR mengungkap telah membenturkan HTI dengan ormas, namun gagal untuk membuat HTI menjadi 'radikal'.
Sementara Perppu KPK, itu justru banyak yang menuntut, terjadi demo masif oleh mahasiswa bahkan anak STM yang menuntut pembatalan UU KPK perubahan. Tidak hanya demo, sejumlah korban berjatuhan.
Di Kendari, dua mahasiswa tewas karena terlibat dalam aksi demonstrasi menolak UU KPK perubahan. Puluhan bahkan ratusan mahasiswa terluka dan dirawat dirumah sakit.
Jika mau fair, tentu kondisi 'Kegentingan yang memaksa' sebagai dasar penerbitan Perppu secara objektif lebih relevan untuk menerbitkan Perppu KPK, ketimbang Perppu HTI.
Kedua, dukungan terbitnya Perppu HTI hanyalah elit politik yang diframing melalui media. Sebelum terbit Perppu, Wiranto mengumumkan pembubaran HTI melalui media.
Sadar, bahwa membubarkan ormas itu tidak mudah, tidak cukup dengan press conference, kemudian Wiranto meralat akan memproses melalui pengadilan.
Sadar bahwa proses di pengadilan akan kalah, dan waktunya juga lama, kemudian Wiranto meralat lagi. Bukannya menggugat HTI dipengadilan berdasarkan UU No. 17/2013, Wiranto justru terbitkan Perppu HTI, mencabut sepihak BHP HTI, kemudian mempersilakan HTI menggugat ke pengadilan.
Adapun dukungan terbitnya Perppu KPK justru dari seluruh komponen rakyat. Hanya kumpulan partai politik yang menolak Perppu KPK. Sementara akademisi, tokoh lintas agama, praktisi hukum, mahasiswa, anak STM hingga emak-emak semua menginginkan terbitnya Perppu KPK.
Ketiga, Perppu HTI bertujuan untuk melindungi kekuasan rezim yang terancam dan merasa kalah secara politik melawan HTI pada Gawe Pilkada DKI Jakarta. Rezim menilai, HTI adalah salah satu sebab jagoannya Ahok keok di DKI. Rezim tidak ingin, eksistensi HTI mengganggu majunya Jokowi di Pilpres 2019.
Sementara Perppu KPK itu memang dibutuhkan untuk melindungi kepentingan rakyat, kepentingan pemberantasan korupsi. Wajar jika partai tak setuju terbit Perppu KPK, karena mayoritas koruptor itu berasal dari partai politik.
Demikianlah, perbandingan Perppu HTI vs Perppu KPK. Nampak jelas, kualitas pengelolaan negara oleh rezim yang lebih mengedepankan represifme ketimbang akal sehat, dalam menyelesaikan problem berbangsa dan bernegara.
Jadi, Anda tidak perlu kecewa jika Perppu KPK tidak segera terbit seperti terbitnya Perppu HTI. Wong rezim ini mengelola negara dengan prinsip suka-suka ? Suka suka Presiden dong mau terbitkan Perppu atau tidak, bukankah Perppu itu hak prerogratif Presiden ? [].
Posting Komentar