TAFSIR SMIOTIK COVER TEMPO [Edisi : Perpu, Tidak, Perpu, Tidak...]


Oleh : Nasrudin Joha 

Untuk kesekian kalinya, tempo menghiasi halaman cover majalahnya dengan ilustrasi gambar Jokowi. Entah, apakah cover ini akan memantik kemarahan Jokower (red. panggilan untuk para pentaklid buta Jokowi), seperti edisi Jokowi dan bayangan siluet hidung pinokio.

Cover tempo kali ini menampilkan sosok Jokowi dengan beberapa bagian ilustrasi. Masih dengan pakaian khas kerja (kemeja putih dan celana hitam panjang), dan memakai sepatu sandal.

Ada ilustrasi menarik terhadap beberapa bagian gambar Jokowi, khususnya bagian kepala. Pertama, ilustrasi mata Jokowi yang dibuat lebih sipit. Kedua, ilustrasi lingkar kepala Jokowi dibuat lebih ganong dan lebih luas lingkar botaknya. 

Adapun ilustrasi gerak tubuh, yang unik menurut saya adalah pada bagian jari Jokowi yang sedang menyentuh kancing baju, seolah sedang menghitung untuk mengundi suatu urusan guna mendapatkan keputusan. Ada juga, tulisan pada cover 'Perpu, tidak, Perpu, tidak...' seolah ingin mengkonfirmasi urusan apa yang membuat gambar Jokowi sedang memegang kancing baju.

Melalui tulisan ini, penulis hendak membuat tafsiran bebas dalam batas-baras elaborasi ekspresi gambar, yang menurut penulis relevan untuk diungkapkan. Dengan catatan, tafsiran penulis ini bukan bersifat mutlak dan sangat terbuka untuk diperdebatkan. Anda, boleh saja menulis tafsir lain sekehendak hati.

Mari kita ulas.

Pertama, mata Jokowi dibuat lebih sipit ini menandakan bahwa kebijakan yang dibuat Jokowi tak lepas dari perspektif 'sipit'. Meski sipit bukan selalu orang lain karena Jokowi sendiri relatif memiliki bola mata sipit, namun gambar mata yang labih sipit ini lebih merepresentasikan bahwa kebijakan yang dikeluarkan Jokowi tidak atau bukanlah sesuatu yang genue berasal dari Jokowi. 

Merujuk karakteristik sipit, maknanya kebijakan Jokowi sangat dipengaruhi perspektif cukong yang selama ini banyak dikuasai aseng. Artinya, keputusan politik -yang perlu diambil melalui proses pengundian ini- pada akhirnya akan sangat dipengaruhi kepentingan aseng. Karena itulah, Jokowi digambarkan melihat persoalan dalam perspektif aseng.

Kedua, pakaian kesederhanaan Jokowi yakni kemeja putih, celana panjang hitam dan sepatu sandal, ingin menggambarkan bahwa taraf pemikiran Jokowi masih level pekerja. Bukan seorang pengusaha yang mampu menentukan kebijakan.

Sebagai seorang pekerja, seorang petugas partai, Jokowi hanya akan kerja, kerja, dan kerja, setelah diberi perintah oleh bos partai dan pengusaha. Jadi, jangan dipahami kerja Jokowi hasil olah fikirnya.

Kerja Jokowi tak lebih sekedar menjalankan mandat partai, perintah pengusaha, jadi cover ini ingin menegaskan cover tempo sebelumnya yang menggambarkan Jokowi laksana boneka pinokio. Sudah boneka, tukang boong pula.

Ketiga, lingkar botak Jokowi yang lebih lebar menggambarkan betapa sulitnya Jokowi memilah, memilih dan memutuskan perkara dari berbagai intervensi, kehendak, dan keinginan banyak orang disekelilingnya. Meskipun digambarkan persepektif aseng, namun Jokowi pusing juga dengan banyaknya perspektif diantara para aseng sehingga menyebabkan lingkar botaknya lebih luas.

Keempat, hitung kancing baju dan tulisan cover 'Perpu, tidak, Perpu, tidak...' ingin menegaskan bahwa keputusan politik Jokowi pada akhirnya akan diambil dengan methode untung-untungan (overeenkomst). Namun, bisa dipastikan akhir kebijakan dari Perppu KPK adalah 'TIDAK !'.

Demikianlah tafsir semiotik yang dapat penulis ulas dari cover majalah tempo. Anda punya tafsir lain ? [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget