Oleh : Ustad Felix Siauw
Ceritanya, MUI menghimbau agar pejabat Muslim tak gunakan salam semua agama dalam acara resmi, tentu saja yang ngamuk-ngamuk tetap itu-itu aja
Yang kalau soal agama lain, mesti bold, salam agama lain harus diucapkan, kalau nggak, nggak bhinneka. Tapi bendera syahadat gaboleh, katanya cukup di hati aja
Padahal yang beragama lain juga woles aja, mereka nggak pernah ribut sama yang gituan, muring-muring ya mereka yang so-called aktivis toleransi gitulah
Bela-bela agama orang lain, sementara agama sendiri nggak dipelajari, ulama sendiri malah diejek-ejek. Toleransi bukan lagi respek pada agama lain, tapi nyampur adukin
Jadi targetnya toleransi itu bagi mereka: Muslim ibadah di gereja, ziarah di Vatikan, gotong peti mati pake tahlil, dan mungkin jum'atan di Borobudur
Sekuleris sekarang radikal, langkah-langkahnya kejem. Siapapun yang bangga sama Islamnya, dituduh macem-macem, celana cingkrang dan cadar aja dianggap serem
Yang perlu-perlu banget, kayak berpegang pada Al-Qur'an dan Sunnah, dianggap ciri radikal. Yang nggak penting banget kayak ngucap salam semua agama, dianggap krusial
Dikira, Indonesia bakal hancur kalau nggak pake salam semua agama, persatuan Indonesia hanya tergantung itu, mereka lupa, sampai saat ini semua ok-ok aja
Tapi sekarang, mereka memang nggak perlu mikir, sebab punya kuasa. Siapapun yang nggak bisa didebat, tinggal tunjuk aja, tuduh radikal, urusan selesai
Keluarga besar saya, ada 5 agama yang diakui di Indonesia. Dari dulu kita belajar, respek itu bukan harus dengan melanggar aturan agama, nggak gitu caranya
Malah sebaliknya, respek itu kita tunjukin dengan sederhana, silakan yakini apa yang kamu yakini, sebab kami juga begitu. Bukan maksa harus ini dan harus itu
Mereka tuduh, masalah Indonesia itu utamanya radikal, intoleran. Sekarang semua tahu, siapa yang sebenarnya nggak mau terima pendapat orang lain.
Posting Komentar