Turkistan Timur, Negeri Muslim Yang Kaya Akan Migas Bikin China Komunis Makin Beringas


Turkistan TImur adalah nama asli dari wilayah muslim Uighur yang kini dikenal dengan Xinjiang (Yang artinya jajahan baru). Sebelum dicaplok rezim China komunis bengis, Turkistan Timur adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah Khilafah Turki Utsmani dengan distrik pemerintahan yang berpusat di Instambul Turki. Lokasinya yang sangat strategis sebagai jalur perekonomian menjadi penghubung utama dan pusat pertukaran ekonomi antara Timur dan Barat. Namun, pada tahun 1800-an kedigdayaan Khilafah Turki Utsmani mulai melemah yang dipicu oleh faktor Internal Umat Islam yang tidak lagi menjaga kualitas dan identitasnya sebagai muslim dalam menyelesaikan setiap persoalan kehidupan serta faktor eksternal dimana Imperialisme Eropa mulai bangkit dan memasifkan ekspansi-nya ke seluruh penjuru dunia termasuk menggerogoti dan merongrong kekuasaan Khilafah Turki Utsmani yang meliputi tiga benua ketika itu (Afrika, Asia dan sebagian Eropa). 

Adalah Kekaisaran Russia dan Kerajaan Inggris Raya yang fokus memperluas ekspansinya ke Asia Tengah. Kekaisaran Russia meningkatkan pengaruhnya disepanjang perbatasan utara China selama abad ke-19. Sebagai akibatnya, Dinasti Qing (Pemerintahan yang berkuasa ketika itu) menjadikan wilayah Turkistan Timur sebagai wilayah yang berada dibawah kendalinya dan mengganti namanya menjadi Provinsi Xinjiang pada tahun 1884. Namun, tentu muslim Uighur tidak hanya berdiam diri, perlawanan atas perlakuan tersebut secara massif dan adanya pemberontakan internal dari Dinasti Qing menjadi petaka yang akhirnya menumbangkan rezim Dinasti Qing dan melenyapkan pengaruhnya untuk daerah Turkistan Timur. Namun, pada 1949 oleh Mao Zedong dengan paham komunisnya yang bengis berhasil mencaplok kembali wilayah Turkistan Timur dan di aneksasi kembali menjadi bagian dari Republik China, kurang lebih satu juta muslim yang syahid dalam peristiwa ini. Sejak masa Mao inilah rezim China Komunis secara paksa mengusir penduduk muslim Uyghur untuk keluar dari wilayah Turkistan Timur dan merelokasi warga China Han ke wilayah ini, namun upaya ini selalu gagal hingga pada 2009 lalu menyebabkan terjadinya kerusuhan besar yang dikenal dengan peristiwa Ürümqi, meski demikian kebijakan pengosongan populasi muslim ini masih berlaku hingga saat ini, hal ini ditegaskan oleh salah satu media pemerintah China yang bernama Xinhua pada sabtu, 13 Oktober 2018 lalu mengutip pernyataan seorang pejabat bahwa “Sinicisasi” agama harus ditegakkan, karena kepentingannya bagi China tidak hanya strategis tapi juga eksistensial.

Turkistan Timur atau kini menjadi daerah otonomi Uighur Xinjiang terletak di Barat Laut China dan membentang lebih dari 1,6 juta km3, setara dengan 17 persen wilayah China dan merupakan wilayah otonomi terbesar di China. Namun, sebagian besar wilayah Turkistan Timur (Xinjiang) adalah gurun pasir, padang rumput, danau, hutan dan pebukitan sehingga  hanya 5 persen (80 ribu km3) wilayahnya yang bisa ditinggali, meski demikian wilayah yang hanya 5 persen ini sudah 100 kali luas Jakarta. Turkistan Timur (Xinjiang) berada di kaki gunung Tianshan yang membelah Asia Tengah sehingga berbatasan dengan delapan negeri yaitu Mongolia, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan dan India. Hari ini penduduknya sekitar 21 juta orang dari tiga belas etnis yang berbeda dan yangterbesar adalah Muslim Uyghur. 

Mengutip China.org, Turkistan TImur (Xinjiang) menyumbang 38% candangan batu bara nasional, sedangkan minyak-gas menyumbang lebih dari seperempat total cadangan nasional. China.org merupakan situs informasi yang beroperasi dibawah Kantor Dewan Informasi Negara dan Grup Penerbit Internasional China (CPIG) di Beijing. Pemerintah China sendiri mengestimasikan cadangan minyak Turkistan Timur (Xinjiang) mencapai 21 miliar ton, untuk tahun depan (2020) saja diperkirakan mencapai 35 juta metrik ton setahun. Diluar itu ada temuan 122 mineral yang beberapa diantaranya menjadi penyumbang terbesar cadangan nasional, diantaranya beryllium yang merupakan bahan baku katoda untuk alat-alat elektronik, muscovite yang menjadi bahan baku kosmetik dan mineral tahan api asbestos. Demikian juga temuan cadangan bijih besi 730 juta ton, cadangan garam 318 juta ton, Kristal Mirabilite 170 juta ton, Pottasium Nitrat secara tradisional merupakan bahan baku peledak, dan kini digunakan sebagai bahan baku roket. Mayoritas mineral tersebut merupakan bahan baku penting untuk membangun industri elektronik dan juga militer pertahanan dimasa mendatang. Tidak heran, Pemerintahan China sejak tahun 1970 menggenjot eksploitasi sumber daya alam di Turkistan Timur (Xinjiang). Mengutip dari The New York Times, sebanyak 53 BUMN China mulai dari Energi, Konstruksi, hingga Teknologi telah menginvestasikan sebanyak US$300 Miliar di 685 Proyek di Turkistan Timur (Xinjiang) pada tahun 2014 lalu, bagaimana di tahun 2019 ini ?! Saat ini Turkistan Timur (Xinjiang) memiliki 1,8 Juta pelaku Usaha, termasuk 359.000 korporasi, angka ini terhitung naik 18% pertahunnya. 

Selain kekayaan alam yang begitu melimpah, Turkistan Timur (Xinjiang) memiliki lokasi yang sangat strategis untuk jalur perdagangan dan jalur pipa minyak yang penting ke kawasan Asia Tengah dan sekitarnya, bahkan sebagian besar minyak Russia harus memasuki jaringan pipa China dari Turkistan Timur (Xinjiang). Pipa transnasional pertama yang dibangun untuk tujuan ini adalah milik Sino-Kazakh Oil Pipline Co.Ltd yang mulai memompakan minyak pada Juli 2006. Pipa ini dimulai dari Atasu di barat laut Kazakhtan, memasuki wilayah Turkistan Timur (Xinjiang) di Alashankou di perbatasan Kazakhtan – China, Turkistan Timur (Xinjiang) benar-benar telah menyediakan bahan bakar untuk China dank arena alasan ini Turkistan Timur (Xinjian) adalah wilayah yang vital dan kritis bagi China. 

Disisi lain, penciptaan Zona Ekonomi Khusus (Special Economic Zones -SEZ) di wilayah pesisir China dimana menjadi tempat barang diproduksi untuk transit dan didistrubusikan ke seluruh negeri jaringan perdagangan China melalui rute lautan atau yang dikenal dengan One Belt One Road (OBOR), menjadi masalah baru bagi China dimana ekonominya akan sangat tergantung pada rute laut, sementara China tidak memiliki militer yang dapat mengamankan jalur pasokan laut ini. Ini karena angkatan laut AS mengontrol lautan dunia dan setiap blokade dari banyak pulau kecil yang mengelilingi China di wilayah itu akan menyebabkan lumpuhnya ekonomi China. Di sinilah Turkistan Timur (Xinjiang) muncul sebagai solusi yaitu jalur perdagangan via darat melalui wilayah Turkistan Timur (Xinjiang), apalagi secara historis wilayah ini adalah wilayah yang vital jalur sutra untuk kawasan Asia Tengah.

Dengan cara ini, Turkistan Timur (Xinjiang) telah menjadi semacam lynchpin geografis untuk konektivitas ekonomi di seluruh Eurasia. Seluruh inisiatif BRI menjanjikan memiliki implikasi besar bagi hubungan perdagangan China dan pengaruh global dan yang menjadi pusatnya adalah Turkistan Timur (Xinjiang).

Untuk alasan strategis, ekonomi, komersial, demografis dan politik, Xinjiang merupakan masalah eksistensial bagi China. Tetapi, meskipun dengan melemparkan banyak uang di wilayah tersebut dan di masa lalu menggunakan tangan besi, telah gagal untuk meraih kemenangan atas umat Islam di wilayah tersebut. Sementara media Barat baru saja memahami apa yang dilakukan China. Taktik Beijing itu mengikuti jejak Barat yang memiliki strategi serupa untuk menangani populasi Muslim mereka, yang telah lama mereka perjuangkan untuk diintegrasikan. Taktik itu telah gagal di Barat dan kemungkinan besar juga akan gagal di China. Masalah yang menakutkan bagi para pemimpin China adalah masa depan ekonomi dan politiknya yang melintasi wilayah yang dihuni oleh Muslim, yang telah diperjuangkan oleh Beijing selama lebih dari seabad. 
____________________
_*) dari berbagai sumber_



Penulis : Ali Akbar, S.E.I |(Peneliti Muda, Lingkar Kajian Ekonomi Syariah (LiKES)

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget