Oleh : Ust Choirul Anam
Banyak orang yang mengaku sulit untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil pada zaman sekarang ini. Sebab, sesuatu yang bathil juga dikemas seakan-akan seperti sesuatu yang haq. Sesuatu yang bathil juga banyak dipropagandakan oleh orang-orang terpandang dan ditokohkan, yang memberi kesan bahwa yang bathil tersebut telah berubah menjadi sesuatu yang haq, atau antara yang haq dan bathil itu tampak sama saja. Yang bathil juga seakan-akan ada dalilnya, meskipun yang ada hanyalah “dalih”.
Karena itu, banyak diantara kita banyak yang tidak bisa membedakan yang haq dan bathil. Akibatnya kita sering mengambil yang bathil dan mencampakkan yang haq, karena keliru identifikasi atau karena tujuan-tujuan lain. Atau bisa jadi kita mencampurkan antara yang haq dan bathil, karena menganggap bahw akeduanya sebagai hal yang sama.
Sesungguhnya, antara haq dan bathil itu sangat BERBEDA, baik pada zaman dahulu, zaman sekarang atau pada zaman yang akan datang. Haq adalah haq dan bathil adalah bathil. Tidak ada yang berubah. Sesuatu yang haq pada zaman Rasulullah dahulu, adalah haq pada zaman sekarang, dan pada masa yang akan datang. Sebaliknya, sesuatu yang bathil pada zaman Rasulullah dahulu, juga bathil pada zaman sekarang, dan akan tetap bathil pada masa yang akan datang.
Hanya saja, sesuatu yang haq dan bathil, akan sangat jelas bagi orang yang berilmu dan ikhlas. Sementara bagi orang yang tidak berilmu dan tidak ikhlas, maka antara yang haq dan bathil itu tampak sebagai sesuatu yang sangat MIRIP dan tidak bisa dipisahkan.
Karena itu Allah swt berfirman: “Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu)?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar ayat 9). Juga firman Allah: “Apakah sama orang yang mengetahui (berilmu) bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, dengan orang yang buta (tidak berilmu)? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (QS. Ar-Ra’d ayat 19). Ini merupakan pertanyaan retoris dari Allah swt, yang menggambarkan bahwa orang yang berilmu pasti tidak sama dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu mampu membedakan yang haq dan bathil, sementara orang yang tidak berilmu tidak bisa membedakannya.
Hal ini juga terjadi pada zaman dahulu, zaman sekarang dan pada zaman yang akan datang. Pada zaman Rasulullah dahulu misalnya, betapa banyak orang yang tidak bisa membedakan yang haq dan yang bathil, karena itu mereka terjerumus pada kebathilan, seperti Abu Lahab dan Abu Jahal. Ada juga orang, yang awalnya tidak bisa membedakannya, lalu setelah beberapa saat akhirnya mereka mampu membedaknnya, seperti Khalid bin Walid dan Amr bin Ash. Dan ada juga orang yang semenjak al-haq itu datang mereka langsung dapat membedakannya dari yang bathil, seperti Abu Bakar dan Ali karromallhu wajhahu. Hal ini terus terjadi hingga zaman sekarang, dan bahkan akan terus terjadiu hingga kiamat nanti. Di suatu zaman, selalu saja ada orang yang tidak mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil; serta ada orang yang dapat membedaknnya dengan clear.
Namun, harus diakui, meski haq dan bathil itu sangat BERBEDA seperti berbedanya malam dan siang, namun haq dan bathil itu juga sangat MIRIP sehingga orang yang tidak berilmu memang sulit untuk membedaknnya. Justru di sinilah hikmahnya. Seandainya haq dan bathil itu dapat dibedakan oleh semua orang, baik yang berilmu atau tidak, maka orang yang berilmu menjadi tidak ada nilainya. Kemuliaan bagi orang yang berilmu jadi tidak ada nilainya. Karena, antara haq dan bathil itu sangat mirip yang hanya bisa dibedakan oleh orang yang berilmu, maka posisi orang berilmu menjadi sangat signifikan dan sangat mulia di sisi Allah swt.
Begitulah sunnatullah. Yang namanya ujian atau test, pasti digunakan soal-soal atau permasalahan yang jawabannya sangat MIRIP tetapi sangat BERBEDA.
*****
Alhamdulillah saya beberapa kali mendapat kesempatan mengikuti pelatihan tentang membuat soal yang berkualitas dan pernah diamanahi sebagai penulis dan reviewer nasional untuk “soal tertentu”. Ternyata membuat soal yang berkualitas itu sangat sulit. Sebab, soal yang berkualitas itu harus mampu memisahkan antara orang yang pintar (orang yang paham) dengan orang yang tidak pintar (orang yang tidak paham). Jika suatu soal mampu dikerjakan baik oleh pintar maupun tidak pintar, maka soal tersebut dianggap tidak berguna sama sekali. Sebaliknya, jika soal tersebut tidak mampu dikerjakan baik oleh orang yang pintar maupun tidak pintar, maka soal tersebut juga dianggap tidak berguna sama sekali. Kedua jenis soal-jawab tadi tidak ada gunanya.
Soal yang baik, adalah soal yang hanya bisa dikerjakan oleh orang yang pintar (orang yang paham), tetapi tidak mampu dikerjakan oleh orang yang bodoh (orang yang tidak paham). Dengan begitu, ujian atau test itu ada manfaatnya.
Karena itu, ada banyak kriteria yang harus dipenuhi saat membuat soal pilihan (baik pilihan ganda atau multiple choice), salah satu diantaranya: Jawaban yang ada harus BERBEDA tetapi MIRIP (maksudnya berasal dari jenis jawaban yang sama).
Contoh berikut ini merupakan soal fisika dan pilihan jawabannya untuk anak SMP:
Soal: Partikel apakah yang mengelilingi inti atom?
Pilihan jawaban: a. Elektron b. Proton c. Neutron d. Positron
Keempat pilihan ini sangat berbeda, tetapi mirip. Maksudnya, berasal dari jenis jawaban yang sama. Keempat jawaban tadi, sangat berhubungan dengan dunia atom. Namun, meski demikian hanya satu yang mengelilingi inti atom. Soal seperti ini, akan mampu membedakan, siapa anak yang paham tentang atom, dan siapa anak yang tidak paham tentang atom.
Memang ada orang mengatakan, bahwa jika diawur (dikira-kira) mungkin juga akan “benar”. Iya, memang bisa demikian, namun probabilitas benar hanya 25%. Karena itu, jika siswa tidak paham tentang fisika atom, dan diberi sebanyak 100 soal, maka probabilitas nilainya hanya 25. Tentu ini nilai yang sangat rendah dan cukup untuk menyimpulkan bahwa siswa tersebut tidak paham sama sekali tentang fisika atom.
Lain hal-nya jika soal tersebut dengan pilihan jawaban berikut ini:
Pilihan jawaban: a. Elektron b. Pisang c. Grobak d. Mobil
Siapapun siswanya, yang sudah sekolah setingkat SMP, pasti bisa menjawab bahwa pilihan yang benar adalah (a) atau Elektron, sebab hanya jawaban Elektron yang kelihatan ilmiah dan berhubungan dengan atom. Sementara pisang, grobak, dan mobil tidak ada hubungannya sama sekali dengan atom. Maka, soal-jawab seperti ini, sama sekali tidak ada gunanya. Siswa diuji atau tidak, juga tidak ada gunanya. Bahkan, dalam hal ini, nilai yang diberikan guru, misalnya semua siswa dapat 100, juga tidak ada gunanya. Sebab, soal ini tidak dapat membedakan antara siswa yang sudah paham dengan siswa yang belum paham. Soal atau ujian seperti ini, hanya menghambur-hamburkan biaya, tak ada gunanya sama sekali.
Meski pilihan jawaban tersebut harus MIRIP, tetapi harus BERBEDA secara substansi. Jika jawaban tidak berbeda, maka soal tersebut harus direject, dan dianggap sebagai BONUS. Dan ini adalah bentuk kesalahan dari soal-jawab.
Namun, ini hanyalah salah satu kriteria. Masih banyak kriteria yang lain, misalnya bahwa soal yang baik tidak bisa dijawab hanya dengan menghafal (recall), namun orang yang menjawab tersebut harus bisa melakukan analisis, sesuai dengan levelnya masing-masing. Soal fisika untuk SMP dalam contoh ini, merupakan contoh yang kurang baik, karena soal ini bisa dijawab hanya dengan menghafal, tanpa analisis.
*****
Karena itulah, meski antara haq dan bathil itu sangat berbeda, tetapi memang tampak sangat MIRIP oleh orang yang tidak berilmu. Akibatnya, orang-orang yang tidak berilmu sering keliru dalam menentukan antara haq dan bathil ini. Dan yang jelas, orang yang tidak berilmu, akan sangat mudah diombang-ambing oleh berbagai situasi dan kondisi. Semua hal akan tampak benar semuanya, atau tampak salah semuanya.
Namun demikian, orang berilmu tidak cukup untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil. Orang berilmu tersebut harus benar-benar mengunakan ilmunya secara ikhlas.
Jika jawaban yang benar adalah (a) dan kita tahu bahwa jawaban yang benar memang (a), tetapi karena alasan tertentu kita memilih (b), maka jawaban kita tetap dianggap salah. Tak peduli bahwa kita sebenarnya tahu atau tidak. Jadi, ilmu itu bukan sekedar untuk ilmu, tetapi ilmu itu menuntun kita pada sikap dan pengambilan keputusan yang benar.
Dalam kehidupan, kita bisa lihat, betapa banyak orang yang ilmunya tinggi (orang pesantren menyebutnya sebagai tabahhur (ilmuanya seperti lautan), atau al-‘allamah (sangat tinggi ilmunya)), namun ia tersesat. Sebab, ia tidak ikhlas dengan ilmunya. Ilmunya tidak digunakan semestinya. Ilmunya bukan digunakan untuk mencari kebenaran dan mengikuti kebenaran. Tetapi, ilmunya hanya digunakan untuk mendapatkan recehan rupiah atau dolar, atau sekedar sanjungan dari orang-orang bodoh, atau sekedar untuk mencari simpati orang-orang awam, atau sekedar untuk mencari muka di hadapan penguasa. Jika ini terjadi, maka ilmu yang dimiliki tidak bermanfaat bahkan ilmua tersebut mengantarkan pada kemurkaan Allah.
Rasulullah bersabda: “Siapa orangnya mencari ilmu untuk mengalahkan ulama lain atau untuk mendebat orang-orang bodoh, atau agar menjadi orang terpandang di hadapan manusia, Allah akan memasukannya ke neraka” (HR. Tirmidzi). Imam Alfadlil bin Iyad sebagaimana dikutib oleh Syeikh Hasyim Asy’ari dalam kitab Adaabul Aalim wal Muta'alim: “Telah sampai (khobar) kepadaku bahwa orang-orang fasik dari kalangan ulama dan para hafidz al-quran, mereka akan (disiksa) lebih dulu di hari kiamat dibanding para penyembah berhala.”
Karena itu, agar kita bisa membedakan yang haq dan bathil, kita harus benar-benar mencari ilmu dan menggunakan ilmu itu secara ikhlas karena Allah. Insya Allah kita akan mampu membedakan yang haq dan yang bathil. Lalu kita mengikuti yang haq dan menjauhi yang bathil.
Kemampuan membedakan yang haq dan bathil, dan keberanian mengikuti yang haq, serta meninggalkan yang bathil, inilah yang menjadikan seseorang diridoli Allah swt dan dimuliakan oleh Allah. Orang yang diridloi Allah, akan mendapatkan kebahagiaan layaknya orang yang diridloi, sementara orang yang tidak diridloi, akan mendapatkan kemurkaan layaknya orang yang tak diridloi.
“Robbana arinal haqqa haqqan warzuqna it-tiba’ahu, wa arinal bathila bathilan warzuqna ijtinabahu (Ya Tuha kami, tunjukkan kepada kami bahwa yang haq adalah haq dan berilah kemampuan untuk mengikutinya, dan tunjukkan kepada kami yang bathil aadalah bathil dan berilah kemampuan untuk menjauhinya).
“Hanya kepada-Mu kami beribadah. Dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan. Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus (shiratal mustaqim). Yaitu, jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan jalannya orang-orang yang sesat” (QS. Al-Fatihah). Amin ya robbal ‘alamiin...
Wallahu a’lam.
Banyak orang yang mengaku sulit untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil pada zaman sekarang ini. Sebab, sesuatu yang bathil juga dikemas seakan-akan seperti sesuatu yang haq. Sesuatu yang bathil juga banyak dipropagandakan oleh orang-orang terpandang dan ditokohkan, yang memberi kesan bahwa yang bathil tersebut telah berubah menjadi sesuatu yang haq, atau antara yang haq dan bathil itu tampak sama saja. Yang bathil juga seakan-akan ada dalilnya, meskipun yang ada hanyalah “dalih”.
Karena itu, banyak diantara kita banyak yang tidak bisa membedakan yang haq dan bathil. Akibatnya kita sering mengambil yang bathil dan mencampakkan yang haq, karena keliru identifikasi atau karena tujuan-tujuan lain. Atau bisa jadi kita mencampurkan antara yang haq dan bathil, karena menganggap bahw akeduanya sebagai hal yang sama.
Sesungguhnya, antara haq dan bathil itu sangat BERBEDA, baik pada zaman dahulu, zaman sekarang atau pada zaman yang akan datang. Haq adalah haq dan bathil adalah bathil. Tidak ada yang berubah. Sesuatu yang haq pada zaman Rasulullah dahulu, adalah haq pada zaman sekarang, dan pada masa yang akan datang. Sebaliknya, sesuatu yang bathil pada zaman Rasulullah dahulu, juga bathil pada zaman sekarang, dan akan tetap bathil pada masa yang akan datang.
Hanya saja, sesuatu yang haq dan bathil, akan sangat jelas bagi orang yang berilmu dan ikhlas. Sementara bagi orang yang tidak berilmu dan tidak ikhlas, maka antara yang haq dan bathil itu tampak sebagai sesuatu yang sangat MIRIP dan tidak bisa dipisahkan.
Karena itu Allah swt berfirman: “Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu)?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar ayat 9). Juga firman Allah: “Apakah sama orang yang mengetahui (berilmu) bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, dengan orang yang buta (tidak berilmu)? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (QS. Ar-Ra’d ayat 19). Ini merupakan pertanyaan retoris dari Allah swt, yang menggambarkan bahwa orang yang berilmu pasti tidak sama dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu mampu membedakan yang haq dan bathil, sementara orang yang tidak berilmu tidak bisa membedakannya.
Hal ini juga terjadi pada zaman dahulu, zaman sekarang dan pada zaman yang akan datang. Pada zaman Rasulullah dahulu misalnya, betapa banyak orang yang tidak bisa membedakan yang haq dan yang bathil, karena itu mereka terjerumus pada kebathilan, seperti Abu Lahab dan Abu Jahal. Ada juga orang, yang awalnya tidak bisa membedakannya, lalu setelah beberapa saat akhirnya mereka mampu membedaknnya, seperti Khalid bin Walid dan Amr bin Ash. Dan ada juga orang yang semenjak al-haq itu datang mereka langsung dapat membedakannya dari yang bathil, seperti Abu Bakar dan Ali karromallhu wajhahu. Hal ini terus terjadi hingga zaman sekarang, dan bahkan akan terus terjadiu hingga kiamat nanti. Di suatu zaman, selalu saja ada orang yang tidak mampu membedakan antara yang haq dan yang bathil; serta ada orang yang dapat membedaknnya dengan clear.
Namun, harus diakui, meski haq dan bathil itu sangat BERBEDA seperti berbedanya malam dan siang, namun haq dan bathil itu juga sangat MIRIP sehingga orang yang tidak berilmu memang sulit untuk membedaknnya. Justru di sinilah hikmahnya. Seandainya haq dan bathil itu dapat dibedakan oleh semua orang, baik yang berilmu atau tidak, maka orang yang berilmu menjadi tidak ada nilainya. Kemuliaan bagi orang yang berilmu jadi tidak ada nilainya. Karena, antara haq dan bathil itu sangat mirip yang hanya bisa dibedakan oleh orang yang berilmu, maka posisi orang berilmu menjadi sangat signifikan dan sangat mulia di sisi Allah swt.
Begitulah sunnatullah. Yang namanya ujian atau test, pasti digunakan soal-soal atau permasalahan yang jawabannya sangat MIRIP tetapi sangat BERBEDA.
*****
Alhamdulillah saya beberapa kali mendapat kesempatan mengikuti pelatihan tentang membuat soal yang berkualitas dan pernah diamanahi sebagai penulis dan reviewer nasional untuk “soal tertentu”. Ternyata membuat soal yang berkualitas itu sangat sulit. Sebab, soal yang berkualitas itu harus mampu memisahkan antara orang yang pintar (orang yang paham) dengan orang yang tidak pintar (orang yang tidak paham). Jika suatu soal mampu dikerjakan baik oleh pintar maupun tidak pintar, maka soal tersebut dianggap tidak berguna sama sekali. Sebaliknya, jika soal tersebut tidak mampu dikerjakan baik oleh orang yang pintar maupun tidak pintar, maka soal tersebut juga dianggap tidak berguna sama sekali. Kedua jenis soal-jawab tadi tidak ada gunanya.
Soal yang baik, adalah soal yang hanya bisa dikerjakan oleh orang yang pintar (orang yang paham), tetapi tidak mampu dikerjakan oleh orang yang bodoh (orang yang tidak paham). Dengan begitu, ujian atau test itu ada manfaatnya.
Karena itu, ada banyak kriteria yang harus dipenuhi saat membuat soal pilihan (baik pilihan ganda atau multiple choice), salah satu diantaranya: Jawaban yang ada harus BERBEDA tetapi MIRIP (maksudnya berasal dari jenis jawaban yang sama).
Contoh berikut ini merupakan soal fisika dan pilihan jawabannya untuk anak SMP:
Soal: Partikel apakah yang mengelilingi inti atom?
Pilihan jawaban: a. Elektron b. Proton c. Neutron d. Positron
Keempat pilihan ini sangat berbeda, tetapi mirip. Maksudnya, berasal dari jenis jawaban yang sama. Keempat jawaban tadi, sangat berhubungan dengan dunia atom. Namun, meski demikian hanya satu yang mengelilingi inti atom. Soal seperti ini, akan mampu membedakan, siapa anak yang paham tentang atom, dan siapa anak yang tidak paham tentang atom.
Memang ada orang mengatakan, bahwa jika diawur (dikira-kira) mungkin juga akan “benar”. Iya, memang bisa demikian, namun probabilitas benar hanya 25%. Karena itu, jika siswa tidak paham tentang fisika atom, dan diberi sebanyak 100 soal, maka probabilitas nilainya hanya 25. Tentu ini nilai yang sangat rendah dan cukup untuk menyimpulkan bahwa siswa tersebut tidak paham sama sekali tentang fisika atom.
Lain hal-nya jika soal tersebut dengan pilihan jawaban berikut ini:
Pilihan jawaban: a. Elektron b. Pisang c. Grobak d. Mobil
Siapapun siswanya, yang sudah sekolah setingkat SMP, pasti bisa menjawab bahwa pilihan yang benar adalah (a) atau Elektron, sebab hanya jawaban Elektron yang kelihatan ilmiah dan berhubungan dengan atom. Sementara pisang, grobak, dan mobil tidak ada hubungannya sama sekali dengan atom. Maka, soal-jawab seperti ini, sama sekali tidak ada gunanya. Siswa diuji atau tidak, juga tidak ada gunanya. Bahkan, dalam hal ini, nilai yang diberikan guru, misalnya semua siswa dapat 100, juga tidak ada gunanya. Sebab, soal ini tidak dapat membedakan antara siswa yang sudah paham dengan siswa yang belum paham. Soal atau ujian seperti ini, hanya menghambur-hamburkan biaya, tak ada gunanya sama sekali.
Meski pilihan jawaban tersebut harus MIRIP, tetapi harus BERBEDA secara substansi. Jika jawaban tidak berbeda, maka soal tersebut harus direject, dan dianggap sebagai BONUS. Dan ini adalah bentuk kesalahan dari soal-jawab.
Namun, ini hanyalah salah satu kriteria. Masih banyak kriteria yang lain, misalnya bahwa soal yang baik tidak bisa dijawab hanya dengan menghafal (recall), namun orang yang menjawab tersebut harus bisa melakukan analisis, sesuai dengan levelnya masing-masing. Soal fisika untuk SMP dalam contoh ini, merupakan contoh yang kurang baik, karena soal ini bisa dijawab hanya dengan menghafal, tanpa analisis.
*****
Karena itulah, meski antara haq dan bathil itu sangat berbeda, tetapi memang tampak sangat MIRIP oleh orang yang tidak berilmu. Akibatnya, orang-orang yang tidak berilmu sering keliru dalam menentukan antara haq dan bathil ini. Dan yang jelas, orang yang tidak berilmu, akan sangat mudah diombang-ambing oleh berbagai situasi dan kondisi. Semua hal akan tampak benar semuanya, atau tampak salah semuanya.
Namun demikian, orang berilmu tidak cukup untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil. Orang berilmu tersebut harus benar-benar mengunakan ilmunya secara ikhlas.
Jika jawaban yang benar adalah (a) dan kita tahu bahwa jawaban yang benar memang (a), tetapi karena alasan tertentu kita memilih (b), maka jawaban kita tetap dianggap salah. Tak peduli bahwa kita sebenarnya tahu atau tidak. Jadi, ilmu itu bukan sekedar untuk ilmu, tetapi ilmu itu menuntun kita pada sikap dan pengambilan keputusan yang benar.
Dalam kehidupan, kita bisa lihat, betapa banyak orang yang ilmunya tinggi (orang pesantren menyebutnya sebagai tabahhur (ilmuanya seperti lautan), atau al-‘allamah (sangat tinggi ilmunya)), namun ia tersesat. Sebab, ia tidak ikhlas dengan ilmunya. Ilmunya tidak digunakan semestinya. Ilmunya bukan digunakan untuk mencari kebenaran dan mengikuti kebenaran. Tetapi, ilmunya hanya digunakan untuk mendapatkan recehan rupiah atau dolar, atau sekedar sanjungan dari orang-orang bodoh, atau sekedar untuk mencari simpati orang-orang awam, atau sekedar untuk mencari muka di hadapan penguasa. Jika ini terjadi, maka ilmu yang dimiliki tidak bermanfaat bahkan ilmua tersebut mengantarkan pada kemurkaan Allah.
Rasulullah bersabda: “Siapa orangnya mencari ilmu untuk mengalahkan ulama lain atau untuk mendebat orang-orang bodoh, atau agar menjadi orang terpandang di hadapan manusia, Allah akan memasukannya ke neraka” (HR. Tirmidzi). Imam Alfadlil bin Iyad sebagaimana dikutib oleh Syeikh Hasyim Asy’ari dalam kitab Adaabul Aalim wal Muta'alim: “Telah sampai (khobar) kepadaku bahwa orang-orang fasik dari kalangan ulama dan para hafidz al-quran, mereka akan (disiksa) lebih dulu di hari kiamat dibanding para penyembah berhala.”
Karena itu, agar kita bisa membedakan yang haq dan bathil, kita harus benar-benar mencari ilmu dan menggunakan ilmu itu secara ikhlas karena Allah. Insya Allah kita akan mampu membedakan yang haq dan yang bathil. Lalu kita mengikuti yang haq dan menjauhi yang bathil.
Kemampuan membedakan yang haq dan bathil, dan keberanian mengikuti yang haq, serta meninggalkan yang bathil, inilah yang menjadikan seseorang diridoli Allah swt dan dimuliakan oleh Allah. Orang yang diridloi Allah, akan mendapatkan kebahagiaan layaknya orang yang diridloi, sementara orang yang tidak diridloi, akan mendapatkan kemurkaan layaknya orang yang tak diridloi.
“Robbana arinal haqqa haqqan warzuqna it-tiba’ahu, wa arinal bathila bathilan warzuqna ijtinabahu (Ya Tuha kami, tunjukkan kepada kami bahwa yang haq adalah haq dan berilah kemampuan untuk mengikutinya, dan tunjukkan kepada kami yang bathil aadalah bathil dan berilah kemampuan untuk menjauhinya).
“Hanya kepada-Mu kami beribadah. Dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan. Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus (shiratal mustaqim). Yaitu, jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan jalannya orang-orang yang sesat” (QS. Al-Fatihah). Amin ya robbal ‘alamiin...
Wallahu a’lam.
Posting Komentar