SOLUSI KENAIKAN UPAH

KARAWANG - Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang, Jawa Barat naik dari Rp3.605.272 menjadi Rp,3.919.291 atau hampir tembus diangka Rp4 juta. Kenaikan UMK ini membuat Kabupaten Karawang masih menduduki peringkat tertinggi dalam pengupahan secara nasional. Namun begitu kenaikan ini akan berdampak banyaknya perusahaan hengkang dari Karawang dan akan terjadi PHK massal.

"Hari ini pemerintah provinsi sudah memutuskan kenaikan UMK Karawang menjadi Rp3.919.291 dan tertinggi di Indonesia. Kita tidak bangga dengan status kenaikan upah tertinggi ini karena tentunya akan berdampak terhadap perusahaan yang memutuskan untuk pindah dari Karawang. Yang pastinya lagi akan terjadi PHK masal karena dampak dari kenaikan UMK tahun 2017 ini sudah 12 ribu karyawan yang di PHK hingga September kemarin," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Karawang, Ahmad Suroto, Selasa (21/11/2017).

Solusi Islam Terhadap Masalah UMR/UMK

Untuk mengatasi permasalahan ini, secara Islami ada beberapa hal yang dapat dilakukan:

1. Menentukan standar upah dengan standar manfaat kerja/pekerjaan.

Kontrak kerja dalam Islam dikenal dengan istilah ijaratul ajiir. Dalam menentukan standar upah, Islam telah menentukannya yaitu sesuai dengan manfaat pekerjaan/hasil kerja maupun manfaat pekerja/jasa, bukan berdasarkan pengalaman karyawan atau ijasah. (an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, Juz II hal 131). Dalilnya adalah definisi syar'i bagi ijarah (sewa-menyewa), karena definisi syar'i adalah hukum syara dan juga kaidah syar'iyyah yang digali dari dalil syara atau dalil-dalil syara dengan ijtihad yang benar. Oleh karena itu, definisi syar'i termasuk dalil syara' bagi suatu masalah yang padanya diterapkan definisi tersebut. ... Sedangkan definisi syar'i bagi ijarah adalah "aqd[un] 'ala al-manfaah bi iwadh[in]" (akad terhadap manfaat dengan kompensasi). Manfaat dari seorang pekerja kadang berupa manfaat dari pekerjaan yang ia lakukan, seperti halnya seorang insinyur, kadang berupa manfaat dari diri pekerja itu sendiri, seperti halnya seorang pembantu (an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, Juz II hal 132).

Apabila upah pekerja dikaitkan dengan apa yang dia hasilkan, atau dengan kebutuhan-kebutuhan yang dia perlukan, maka dia telah dihalangi untuk menikmati kehidupan yang layak. Cara semacam itu tentu tidak diperbolehkan. Sebab, hak hidup wajib diberikan kepada setiap orang yang menjadi warga negara; baik dia telah menghasilkan banyak (kekayaan) ataupun sedikit, baik yang mampu ataupun tidak. Upahnya ditakar berdasarkan nilai jasanya, baik mencukupi kebutuhannya ataupun tidak. Jadi, salah apabila perkiraan upah pekerja ditentukan berdasarkan harga-harga barang yang dihasilkannya, ataupun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukannya (an-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, hal 105).

Lalu bagaimana kita mengetahui besarnya suatu manfaat/jasa sebuah pekerjaan? As-Sabatin (2009: 345) menyatakan bahwa deskripsi pekerjaan dan penyebutan waktu merupakan standar bagi manfaat/jasa. Sehingga dengan membandingkan deskripsi satu pekerjaan dengan yang lainnya, kita dapat menerjemahkannya ke dalam satuan moneter tertentu. Tentunya dengan tidak memasukkan unsur kebutuhan minimum pekerja.

2. Menghilangkan pungutan-pungutan yang membuat perusahaan tidak efisien.

Sebagaimana diketahui, bahwa pungutan-pungutan berupa biaya administrasi/birokrasi merupakan biaya siluman yang membebani perusahaan. Maka, sudah seharusnya biaya ini dihilangkan oleh negara. Dalam Islam, pendapatan negara hanya diperoleh dari harta kekayaan yang dikelola oleh negara yang meliputi pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum).

Pajak yang diberlakukan pada perusahaan-perusahaan sekarang tidak dikenal dalam Islam. Pajak (dharibah) hanya dikenakan kepada kaum muslim yang kaya dan pada waktu-waktu tertentu ketika baitul maal mengalami kekurangan dana. Sehingga ia bersifat temporal bukan permanen. Apalagi jika perusahaan negara lainnya – yang menghasilkan listrik, gas, dan BBM – bersinergi memberikan pelayanan murah kepada masyarakat termasuk perusahaan. Maka, biaya operasional perusahaan pun dapat ditekan.

3. Negara mengambil alih kewajiban perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, khususnya pendidikan dan kesehatan.

Menurut Islam, kebutuhan pokok masyarakat, yang meliputi pendidikan, kesehatan dan keamanan, wajib ditanggung oleh negara. Dengan begitu, pengusaha tidak lagi dibebani berbagai macam kebutuhan tersebut sebagaimana tercantum dalam butir-butir KHL. Begitu juga dengan para buruh, mereka akan lebih tenang memperoleh gaji berapa pun, karena kebutuhan pokok masyarakat telah disediakan oleh negara dengan gratis atau dengan harga yang sangat terjangkau.

Seandainya biaya siluman akibat korupsi, biaya administrasi/birokrasi yang mencapai 20-30% diberikan 10%nya untuk porsi gaji karyawan. Maka dapat dipastikan mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Belum lagi 10% dari kebutuhan mereka, berupa pendidikan dan kesehatan, telah ditanggung negara. Kesejahteraan bukan lagi menjadi hal mustahil bagi para buruh dan semua itu dapat tercapai ketika aturan-aturan Islam dalam berbagai aspek kehidupan diterapkan secara sempurna dalam naungan khilafah. Insyaallah

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget