Foto mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal (TNI), Gatot Nurmantyo, di Trump International Hotel and Tower, New York, Amerika Serikat, beredar di media sosial, Kamis, 5 Juli 2018. Dalam foto itu, Gatot tampak mengenakan kemeja putih dan setelan jas warna hitam. Dia berdiri di teras lobi Trump International sambil memegang koper di tangan kanan. Ketua umum relawan Selendang Putih Nusantara, Rama Yumatha, mengatakan keberadaan Gatot Nurmantyo di Trump International itu untuk kepentingan pemilihan presiden 2019 atau pilpres 2019. "Bisa saja keberadaan beliau di Trump Hotel untuk keperluan mendapat tiket pencapresan," kata Rama, Jumat, 6 Juli 2018. Selendang Putih adalah barisan relawan yang menyorongkan Gatot maju dalam pilpres 2019.
https://nasional.tempo.co/read/1104279/gatot-nurmantyo-di-trump-tower-relawan-bisa-jadi-soal-capres
https://nasional.tempo.co/read/1104279/gatot-nurmantyo-di-trump-tower-relawan-bisa-jadi-soal-capres
Campur tangan asing, memang tidak bisa dilepaskan dalam setiap proses demokratisasi atau pemilihan umum (pemilu) di negara mana pun. Termasuk di Indonesia. Sejak masa-masa awal kemerdekaan RI campur tangan asing (terutama AS) sudah bisa dilihat pada masa Presiden Soekarno berkuasa hingga ia terjungkal dari kekuasaannya.
Terjungkalnya Soekarno dari kekuasaan disusul dengan naiknya Soeharto tahun 1960-an disinyalir oleh banyak pengamat politik sebagai agenda yang tidak dapat terlepas dari peran CIA.
begitu pula lengsernya soeharto, tidak lepas dari adanya upaya asing untuk mempertahankan kepentingannya.
Dimasa reformasi, pada masa pilpres 2004, Mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), AC Manulang mengatakan, Amerika Serikat (AS) telah jauh-jauh hari menyiapkan calon presiden (capres) dari militer untuk menjadi presiden.
pun dalam pilpres 2009, adalah kunjungan Menteri Luar negeri AS Hillary Clinton ke Indonesia. Kunjungan selama dua hari, 18-19 Februari lalu. Selain bertemu Menlu Hasan Wirajuda, Hillary juga bertemu Presiden SBY.
Apakah mungkin dalam kunjungannya ini Hillary tidak membawa pesan-pesan khusus dari AS untuk penguasa dan juga calon penguasa Indonesia terkait dengan Pemilu 2009?
dipilpres 2014 lalu, AS tampaknya telah merestui dan mendukung Jokowi untuk naik menduduki kursi Presiden. Pertemuan Jokowi dengan Robert O’Blacke Jr, Dubes AS, serta dengan sejumlah dubes Negara asing seperti Dubes Myanmar, Meksiko, Turki, Norwegia, dan Vatikan di rumah Jacob Soetoyo –seorang taipan dan pendukung gerakan misionaris- mengindikasikan hal ini (politik.tempo.co, 3/6/2014).
Selain itu dukungan AS/asing pada Jokowi-JK juga tampak ketika mereka ramai-ramai berusaha melakukan intervensi terhadap Pilpres 2014 serta menjatuhkan citra pasangan capres-cawapres yang menjadi pesaing Jokowi-JK. Direktur Eksekutif NCID, Jajat Nurjaman mengatakan setidaknya ada 8 indikasi intervensi asing dalam pilpres 2014.
https://m.inilah.com/news/detail/2117420/inilah-8-bukti-asing-dukung-jokowi
dari bebarapa fakta tersebut, maka sudah tepat apa yang dilakukan GN (Gatot Nurmantyo) jika beliau menginginkan kursi presiden, karena rekam jejak presiden terdahulu pun melakukan hal yang sama. Apalagi beliau dulu pernah ditolak masuk ke Amerika Serikat saat menjabat sebagai Panglima TNI. maka upaya-upaya untuk membina hubungan baik dengan amerika sangat penting sekali dilakukan oleh beliau.
****
Sebenarnya siapa pun pemenang dari pilpres ini, hasil yang akan terlihat tetap sama. Yakni Indonesi menjadi Negara korporasi, demokrasi dan system ekonomi liberal akan tetap diterapkan dan subordinasi Amerika Serikat atas Indonesia akan terus berlanjut.
Namun, dukungan AS/asing terhadap pasangan yang dinyatakan memenangkan Pilpres sangat kentara. Sehingga sekali lagi perlu ditegaskan bahwa tidak akan ada perubahan nasib umat pasca pilpres 2019, kecuali hanya perubahan figuritas saja.
Umat ibarat mendorong mobil mogok. Setelah bersusah payah mendorong dan mesin hidup, maka sang sopir yang telah dibantu pergi bersama mobil itu meninggalkan asap pekat. Tinggallah umat yang belum menyadari kebodohannya.
Apapun namanya, pilpres atau demokrasi, bukanlah dewa penyelamat bagi umat Islam. Karena telah terbukti semuanya itu hanyalah system kufur dan instrument penjajahan AS atas Indonesia. Pemilu hanya memberikan ilusi perubahan bukan perubahan yang hakiki. Perubahan hakiki tidak dapat diraih hanya dengan ganti orang (baca: Presiden). Perubahan hakiki hanya dapat diraih dengan mengganti system demokrasi dan kapitalisme dengan syariah dan Khilafah Islam. Serta dengan memilih seorang Imam/Khalifah yang amanah dan akan mengatur umat dengan syariah.
Posting Komentar