Oleh : Nasrudin Joha
Luar biasa nasib umat Islam di negeri mayoritas muslim ini. Setiap aktualisasi Nilai dan Ghiroh keislaman, mendapat perlakuan represif dari rezim.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly belum lama ini menonaktifkan (baca: mencopot) Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Polewali Mandar (Polman) Haryoto, hanya karena menerapkan kebijakan aturan wajib membaca Al-Qur'an bagi narapidana Islam yang menjalani pembebasan bersyarat.
Laoly berdalih bebas bersyarat ya bebas saja, tak perlu diberi tambahan syarat. Padahal, amat wajar dah dapat dimengerti kalapas memberi syarat tambahan, karena memang judulnya 'bebas bersyarat' bukan bebas murni.
Apalagi, syarat bebas bersyarat wajib membaca Al Quran itu diterapkan kepada napi yang muslim, bukan napi kafir. Kalau napi kafir dipaksa membaca Qu'ran, barulah Laoly punya hak mencopot kalapas dengan dalih memaksakan ajaran keyakinan kepada umat yang berbeda agama.
Kebijakan ini -setidaknya semakin mengkonfirmasi- bahwa rezim dibawah kendali Jokowi memang represif dan anti Islam. Kebijakan ini, menggenapi kebijakan rezim yang anti Islam lainnya, seperti perburuan ASN 'Islam radikal' yang disebut akan masif setelah Jokowi benar-benar berkuasa kembali pasca putusan MK.
Laoly tidak pernah memecat kalapas, yang terbukti teledor membiarkan warga binaannya keluyuran ke rumah makan. Kasus Novanto, yang sempat tertangkap kamera sedang asyik makan masakan Padang, tidak pernah dijadikan dasar Laoly untuk memecat kalapas. Bahkan, tidak juga menghukum Novanto kecuali unggahan kata 'Novanto nakal'.
Kasus Gayus Tambunan, yang pelesir hingga ke Bali juga tidak dianggap dapat menjadi dasar pencopotan kalapas. Tapi ini, hanya karena mewajibkan 'membaca' bukan 'menghafal' Al Quran saja dipersoalkan, bahkan dicopot jabatan kalapas karena dalih baca Qur'an ini.
Rezim represif anti Islam ini sudah keterlaluan, kelewat batas. Mereka malu-malu menentang Islam, tetapi kebijakannya terang dan terbuka membungkam semangat mengaktualisasikan nilai-nilai Islam.
Disaat miras Sophia di NTT dilegalkan, bahkan dengan parade deklarasi oleh Gubernur penista agama Victor Laiskodat, saat yang sama aktualisasi membaca Al Qur'an dipersoalkan. Apakah nilai dan ajaran Pancasila itu mengharamkan untuk membaca Al Quran ? Apakah nilai dan ajaran Pancasila itu menghalalkan rakyatnya mabok miras sophia ?
Awalnya baca Qur'an, kalau umat ini diam dan tidak protes, lama-lama merembet ke ajaran Islam lainnya. Ajaran Islam khilafah sudah dikriminalisasi, bendera tauhid sudah dipersekusi, ulama dan aktivis Islam tak terhitung lagi berapa yang sudah ditangkapi, mau menunggu sampai seperti apa lagi ?
Wahai umat Islam, jika kalian diam terhadap apa yang menimpa agama kalian, maka jangan merasa terzalimi jika kelak Allan SWT diam atas kesulitan yang menimpa diri dan keluarga kalian. Jika kalian diam didunia tidak menolong agama Allah, maka jangan berharap Allah SWT akan menolong kalian di akherat kelak. Padahal, jarak dunia dan akherat itu begitu dekat, sedekat mata Anda dengan tulisan yang sedang telaten Anda baca ini. [].
Posting Komentar