HTI 'PENUMPANG GELAP' GERINDRA ? CUCI TANGAN MEMANG MUDAH BUANG BADAN KE HTI


Oleh : Nasrudin Joha 

Karena terdesak atas statement blunder 'penumpang gelap', akhirnya Gerindra melalui Arief Priyono buang badan, menuding penumpang gelap itu adalah HTI. Padahal, tidak ada hubungan baik secara personal maupun struktural antara HTI - Gerindra.

HTI sendiri, secara tegas melalui jubirnya Ismail Yusanto saat Ijtima' Ulama IV, justru menghimbau Umat Islam agar meninggalkan Demokrasi. HTI dikenal teguh memperjuangkan syariah Islam tanpa masuk sistem demokrasi.

Lantas, apa perlunya HTI Numpang pada Gerindra ? Dan apakah terlalu lemah kontrol partai di Gerindra, sehingga mudah disusupi penumpang gelap ? Mari kita ulas.

Pertama, pernyataan Arief Gerindra yang menuding HTI sebagai penumpang gelap ini lebih kepada upaya 'buang badan' setelah didesak banyak pihak untuk mengungkap siapa yang dituding Gerindra sebagai 'penumpang gelap'. Bahkan, PAN dan Muhammadiyah tegas meminta Gerindra buka suara soal 'penumpang gelap' yang dituding Gerindra.

PAN merasa perlu angkat suara, karena sesepuh PAN Amien Rais, adalah salah satu tokoh yang menyeru aksi di MK. Padahal, menurut Dasco Gerindra, parameter penumpang gelap itu diantaranya yang ngotot aksi di MK meskipun Prabowo tidak menginginkan.

Disisi lain, tak ada satupun bukti yang diajukan oleh Gerindra, tentang keterlibatan HTI baik secara personal maupun struktural. HTI sejak awal tegas menolak Demokrasi karena bertentangan dengan Islam.

Adapun jika HTI kritis terhadap rezim, itu merupakan hak sekaligus kewajiban HTI sebagai bagian dari umat Islam untuk melakukan muhasabah kepada penguasa. Jadi, keliru besar jika Gerindra 'Kepedean' merasa didukung HTI.

Kedua, sesungguhnya Gerindra saat ini berada pada posisi dilematis. Dari akar rumput dan pendukung, Gerindra telah kehilangan legitimasi sejak peristiwa Lebak Bulus disusul Pertemuan Teuku Umar.

Disisi yang lain, statement ngawur Dasco dan Andre ini justru menimbulkan polaritas yang bukan saja menimbulkan konfrontasi keras dari umat, juga menjadi celah bagi TKN Jokowi untuk menyangsikan kemampuan Gerindra untuk mendampingi PDIP. Momentum ini juga bisa digunakan TKN Jokowi untuk mengingatkan PDIP agar kembali pada komitmen awal kepada TKN Jokowi.

Ketiga, ada dua bahaya mengancam Gerindra sekaligus. Pertama, teralienasi dari umat setelah peristiwa Lebak Bulus ditambah statement tak perlu tekait 'penumpang gelap'. Kedua, Gerindra bisa menjadi objek sasaran tembak bersama TKN Jokowi, yang saat ini terusik dengan rencana merapatnya Gerindra pada PDIP.

Keempat, memperluas pertarungan dengan menarik HTI sebagai 'pihak' dalam diskursus 'penumpang gelap' menjadikan Gerindra memiliki lawan tambahan. Tidak cukup berkonsentrasi pada manuver TKN Jokowi, tetapi juga harus berhadapan dengan HTI yang meskipun telah dicabut BHP nya, namun memiliki kader yang dikenal militan dan mengakar ditengah umat.

Penyebutan HTI sebagai penumpang gelap juga makin meningkatkan performa HTI yang hanya ormas biasa, namun mampu melakukan kontrol dan manuver kepada partai politik. Pada saat yang sama, publik juga melihat 'ringkihnya' kemampuan politisi Gerindra dalam mengelola isu.

Saran saya, Gerindra segera mengontrol semua kadernya untuk tiarap dalam isu ini. Gerindra, sedang dalam posisi tak baik. Hanya saja, bukan berarti TKN Jokowi akan mendiamkan momentum ini.

Ada pepatah bilang, salah menghitung bisa ditambah atau dikurangi. Salah berstament politik, tak bisa dikurangi atau ditambahi, tapi bisa menyudahi karier politik. 

Diantara kedunguan politisi di negeri ini adalah jika ada kesalahan politik, apapun itu, tuding saja HTI. Ditunggangi HTI, di infiltrasi HTI. Dianggapnya, umat percaya pada statement konyol ini. [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget