MARI BERDISKUSI TENTANG NEGARA, JANGAN TAKLID BUTA

 

Oleh : Nasrudin Joha 

Baik, sebab orang bernegara itu adalah adanya hajat kolektif yang tak mampu dipenuhi, kecuali adanya kekuasan. Kekuasan itu diberikan oleh kelompok masyarakat (rakyat) kepada perwakilan mereka -yang kemudian disebut penguasa- untuk memerintah dan melarang mereka, dalam rangka memenuhi hajat mereka. Karena punya wewenang memerintah dan melarang, penguasa juga disebut Pemerintah.

Tujuan pemerintahan adalah memenuhi hajat rakyat yang diperintah, yang tidak bisa dipenuhi secara mandiri. Meskipun demikian, secara keseluruhan hajat dan kebutuhan manusia, baik secara perorangan maupun secara kolektif, semua membutuhkan peran kekuasaan.

Paradigma penguasa, untuk memerintah dan melarang rakyat dalam rangka memenuhi hajat mereka sangat bergantung pada keyakinan (akidah) yang diemban rakyatnya. Perintah dan larangan penguasa, itu memiliki kekuatan eksekutorial jika diyakini kebenarannya oleh rakyat.

Dalam sistem Pemerintahan kerajaan, rakyat memahami raja memiliki wewenang untuk membuat hukum, memerintah dan melarang rakyat, berdasarkan pikiran sang raja, yang dianggap representasi Tuhan. Karenanya, muncul adagium 'Sabda Pandita Ratu, Titah Raja adalah Undang-undang'.

Dalam sistem pemerintahan Republik, rakyat dianggap yang memiliki wewenang untuk memerintah dan melarang. Karenanya muncul adagium 'Kedaulatan ditangan Rakyat'. Karenanya, dalam sistem Republik demokrasi, representasi suara rakyat itu diwakili parlemen (DPR). Selanjutnya, DPR lah yang memiliki wewenang membuat undang undang.

Dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), Khalifah itu hanya wakil umat untuk menerapkan syariah Islam. Kedaulatan itu ditangan syara', Khalifah hanya berhak melegislasi (adopsi) hukum dan perundangan dari sumber-sumber syara', yakni Al Qur'an, As Sunnah, serta apa yang ditunjuk oleh keduanya berupa Ijma' Sahabat dan Qiyas Syar'i.

Jadi, Khalifah hanya memerintah dan melarang umat itu berdasarkan dalil syara'. Tidak ada kewajiban umat taat kepada Khalifah, jika perintah dan larangan Khalifah selaku penguasa, bertentangan dengan hukum syara'.

Pada kasus pengelolaan Migas (Minyak & Gas) yang jumlah depositnya melimpah, Khalifah tidak punya wewenang menyerahkan ladang migas milik umat kepada swasta apalagi asing. Khalifah, hanyalah wakil umat yang diperintah syara' untuk mengelola tambang migas untuk memenuhi hajat umat.

Berdasarkan syariah, Khalifah berhak mengharamkan swasta apalagi asing untuk mengelola migas. Khalifah, berhak menunjuk Badan Usaha Negara untuk mengelola harta milik umat, sesuai ketentuan syariah.

Khalifah, misalnya dilarang untuk menghalalkan riba dengan dalih apapun. Adopsi hukum dan perundangan Khalifah batal demi hukum, jika menyelisihi ketentuan syariah. Misalnya saja, demi memajukan perekonomian Khalifah menghalalkan transaksi ribawi. 

Bahkan, jika Khalifah menyelisihi hukum syara' yang bersifat qot'i, setiap individu rakyat berhak mengajukan permohonan pema'zulan Khalifah pada Mahkamah Madzalim. Selanjutnya, Mahkamah segera menunjuk Amir sementara untuk melakukan pemilihan Khalifah pengganti, untuk dibaiat oleh seluruh kaum muslimin jika ternyata permohonan pema'zulan dikabulkan.

Esensi bernegara itu adalah keyakinan rakyatnya, pada sistem pemerintahan tertentu yang memiliki nilai (value) tertentu. Bagi umat Islam, penguasa memiliki kewajiban untuk memenuhi hajat rakyat dengan memerintah dan melarang berdasarkan hukum syara'. Tak ada kewajiban taat, pada kekuasan yang zalim, yakni kekuasan yang menyelisihi perintah syara'.

Jadi, jika mayoritas penduduk negeri ini muslim, sangat wajar jika mayoritas rakyat di negeri ini ingin diatur dengan syariah. Sangat wajar pula, jika pilihan sistem pemerintahannya adalah khilafah, bukan Republik demokrasi atau kerajaan. Mengapa ? Karena selain untuk memenuhi hajat, kekuasan itu sarana untuk taat. Bagaimana mungkin umat ini taat, jika kekuasan dijalankan dengan menyelisihi bahkan menentang syariah Allah SWT ?

Sekali lagi, sistem pemerintahan Islam khilafah itu sistem yang inklusif dimana umat Islam dan non muslim bisa hidup berdampingan didalam naungan Daulah khilafah. Setiap ahludz dzimah, yakni non muslim yang hidup dalam kekuasan Islam mendapat hak penuh kebebasan beribadah sesuai keyakinannya. Mereka, juga mendapat hak dan pelayanan negara dalam rangka memenuhi hajat dan kemaslahatan mereka termasuk tetapi tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Seorang muslim wajib menjaga harta, darah dan kehormatan non muslim yang telah terikat konstitusi Islam untuk hidup berdampingan secara damai, dan saling memberikan sumbangsih untuk kemajuan bersama. Pendek kata, khilafah itu Mensejahterakan baik bagi muslim maupun non muslim.

Beda dengan sistem demokrasi, muslim tertindas non muslim pun tak bisa khusuk menjalankan ibadahnya. Negara, justru menjadi faktor adu domba diantara elemen rakyatnya. [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget