Oleh : Nasrudin Joha
Sah ! Akhirnya, Bamsoet (Bambang Soesatyo) resmi menjadi ketua MPR RI. Sebuah tandon politik penting bagi Golkar, untuk beradu kepentingan dengan parpol lainnya. Apalagi, pasca digulirkannya wacana amandemen, posisi ketua MPR begitu sangat menggiurkan.
Isu utama amandemen untuk menambah masa jabatan Presiden menjadi pemantiknya. Namun, tak menutup banyak 'agenda hitam pekat terselubung' yang Numpang kepentingan melalui Palu MPR RI.
Isu kebangkitan komunisme PKI, diantaranya yang diduga kuat akan 'ngalap berkah' melalui ketokan Palu MPR RI, mengeluarkan ketetapan baru, untuk mencabut tap MPRS No. 25/1966 yang selama ini menjadi momok, mengganjal legalitas PKI.
Kaum maniak PKI, para ahli waris PKI, Bedjo Untung cs, mereka yang militan menjadi penganut ideologi komunisme PKI, merasa patah arang ke MK karena TAP MPRS bukan objek perkara yang bisa diajukan judicial review di MK. Satu-satunya jalan adalah dicabut melalui TAP MPR. Dan ini, tentu akan menjadi dagangan manis bagi Bamsoet selaku ketua MPR RI.
Omong kosong Pancasila, semua politisi mulutnya bicara berbusa tentang Pancasila. Praktiknya, suka-suka mereka. Dengan tafsir gathuk mathuk semua kepentingan politik partai bisa ditafsirkan 'pro pancasila'. Hingga mereka dicokok KPK, barulah mereka berhenti mengeja 'aku Pancasila, aku Pancasila'.
Setidaknya itulah Kedepan yang akan dilalui Bamsoet, termasuk kenapa Bamsoet 'rela melepas' posisi Ketum Golkar. Airlangga, cukup lihai menjinakkan Bamsoet melalui posisi ketua MPR RI.
Dipastikan, dinamika Golkar Kedepan akan beringsut menjadi dingin, hampa, kosong tanpa isi. Beberapa loyalis Bamsoet yang sudah 'kena PHK' Golkar karena mendukung Bamsoet akan gigit jari, karena mendapati junjungannya menjadi kucing setelah mendapat hidangan ketua MPR RI.
Kedepan, tak ada lagi dialektika berarti dalam munas Golkar. Rapat-rapat persiapan, akan banyak diisi dengan kompromi dan redaksi Aklamasi 'setuju'. Bamsoet sendiri telah berkomitmen untuk Cooling Down, bamsoet merasa sudah asyik dengan mainan barunya di MPR RI.
Kalaupun ada gejolak, itu pura-pura saja, sekedar pemanis dalam konstelasi berorganisasi. Mungkin, bisalah beberapa ditugaskan teriak-teriak atau gebrak-gebrak meja. Namun, dipastikan jabatan Ketum Golkar kembali disematkan kepada Airlangga Hartanto.
Bamsoet sendiri cukup realistis mengambil pilihan ketua MPR RI. Mencalonkan diri menjadi Ketum partai apalagi sekelas Golkar, tentulah membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Lebih baik, anggaran itu dihemat untuk warisan anak cucu.
Di MPR RI sendiri, Bamsoet telah paham secara detail potensi posisi ketua MPR RI. MPR era now itu beda dengan era Zulkifli yang hanya punya tugas seremonial. MPR era now itu full kewenangan dan potensial untuk bahan 'negosiasi'.
Selain isu amandemen dan TAP MPRS tentang PKI, paling dekat ini MPR RI punya tugas melantik Presiden terpilih yang penuh kontroversi. Banyak analis publik tentang ketidaklayakan Jokowi untuk dilantik.
Tentu, posisi genting Jokowi dalam ihwal pelantikan ini bisa menjadi 'dagangan' Golkar yang sangat menggiurkan. Bamsoet, bisa menjadi makelar Golkar untuk memuluskan pelantikan Presiden sekaligus bernego untuk sejumlah posisi strategis di kekuasaan bagi Golkar.
Sekali lagi, selamat kepada Airlangga Hartanto sebagai Ketum Golkar hasil munas. Saya, tidak perlu menunggu munas melihat dinamika ini, saya sudah dapat memastikan -pasca Bamsoet mendapat remah ketua MPR RI-, Ketum Golkar hasil munas Kedepan dipastisan menjadi kaplingan Airlangga. [].
Posting Komentar