Oleh : Nasrudin Joha
Wapres Ma'ruf Amien, menyebut khilafah adalah sistem yang Islami. Namun, dia juga mengingatkan sistem yang lainnya seperti yang dianut Arab Saudi, Turki, Iran, Malaysia, dll, juga Islami.
Pendapat yang menyatakan khilafah Islami itu benar, sebab khilafah itu menerapkan hukum Islam, menerapkan hukum Allah SWT. Sementara Republik, itu tidak Islami. Kenapa ?
Republik itu maknanya, Re = kembali. Publik = Rakyat. Republik maknanya sebuah sistem pemerintahan yang menerapkan hukum kekuasaan kembali kepada hukum rakyat.
Jika ada masalah dalam sistem Republik, itu dikembalikan kepada publik (baca: rakyat). Jadi, rakyat itu menjadi sumber hukum, pemilik kedaulatan, dasar dan rujukan menetapkan halal dan haram, serta kaidah untuk menetapkan apakah perkara itu wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.
Jika rakyat atau wakilnya di parlemen menyatakan halal maka hukumnya halal. Jika haram, hukumnya haram.
Didalam sistem Republik, riba itu halal karena wakil rakyat membuat UU yang menghalalkan riba. Padahal, dalam Islam riba itu jelas keharamannya. Zina dalam sistem Republik juga halal, karena DPR menetapkan UU bolehnya zina asal suka sama suka. Hukum ini bertentangan dengan hukum Islam yang menetapkan zina haram, baik suka sama suka, baik antara yang menikah atau belum menikah, baik zina berbayar atau zina gratisan, semuanya zina.
Definisi zina dalam Islam juga simple, yakni hubungan badan (jima') antara pria dan wanita tanpa akad nikah.
Jika hukum dalam sistem Republik seperti itu adanya, maka pendapat yang menyatakan sistem Republik itu Islami jelas batal, tak mengikat, cukuplah untuk dikesampingkan. Bahkan, pendapat yang menyatakan Republik itu Islami jelas batil, sesat dan menyesatkan.
Bagiamana dengan sistem kerajaan dan kekaisaran ? Apakah sistem pemerintahan ini juga Islami ? Jawabnya tidak. Kerajaan sumber hukumnya bukan dari Islam tapi dari Raja atau Ratu. Sementara kekaisaran, sumber hukumnya dari Kaisar.
Kembali ke soal khilafah, karena hanya khilafah yang Islami maka bagi umat Islam sistem pemerintahan yang dapat mewujudkan ketaatan itu hanya khilafah. Boleh menyelisihi sistem yang batil bahkan wajib menentangnya jika kebatilan itu akan menghancurkan syariat Islam.
Mengenai kesepakatan bangsa, sesunguhnya negeri ini dibangun diatas pilar pengkhianatan. Founding Father negeri ini, awalnya sepakat untuk menerapkan syariah Islam bagi pemeluknya.
Namun, tanpa musyawarah dan tanpa mufakat, para pengkhianat bangsa menghapus kesepakatan itu dan memaksakan sistem negeri ini sekuler, tidak terikat lagi pada syariat Islam. Lantas, darimana keharusan umat ini terikat dengan Sekulerisme ? Kesepakatan mana yang dimaksud mengikat ? Bukankah, negeri ini dibangun diatas pilar pengkhianatan ?
Jika komitmen dengan kesepakatan bangsa, maka semua elemen anak bangsa harus menghargai foundhing father yang ketika itu terdiri dari para ulama, menerapkan syariat Islam. Bukan memaksakan Sekulerisme, kemudian meminta terikat dengan Sekulerisme berdalih kesepakatan berbangsa. [].
Posting Komentar