Oleh : Nasrudin Joha
Jika Presiden sehat, maka dia melakukan keseluruhan tugas, wewenang dan tanggungjawab secara mandiri, merdeka, berdaulat, dan otoritatif. Namun, karena Presiden lumpuh, maka dia butuh banyak penopang agar tetap bisa berjalan.
Banyaknya stafsus presiden diluar Staf Presiden resmi, itu menunjukan Presiden telah lumpuh tak bisa menjalankan roda kekuasaan. Akibatnya, Presiden seperti ini tidak bisa diharapkan bisa berlari mengejar visi dan misi kepresidenan.
Berjalan saja tertatih tatih, karena perlu disokong banyak staf. Kalau staf ini dibuang, Presiden lumpuh, tak bisa berjalan. Kenapa ?
Karena stafsus ini adalah orang atau titipan orang yang berjasa memberi legitimasi kekuasaan pada Presiden. Jika stafsus ini tidak diberi jatah jabatan, kekuasan Presiden bisa dirongrong dan Jatuh.
Jadi, dengan banyaknya stafsus itu bukan menunjukan presiden hebat. Justru, mengkonfirmasi Presiden sedang lumpuh, sakit parah.
Ditinjau sari sisi birokrasi, amanat kekuasan baik menyerap aspirasi rakyat dan mengeksekusi kebijakan untuk mengatur rakyat bisa melalui perjalanan birokrasi yang berputar-putar dan sangat melelahkan. Belum lagi, besarnya peluang distorsi kebijakan.
Misalnya, apa jaminannya stafsus ketika menyampaikan aspirasi kepada Presiden, itu aspirasi rakyat (milenial) atau kreasi stafsus saja ? Apa jaminannya, yang stafsus delegasikan kepada rakyat itu kebijakan presiden atau kreasi stafsus sendiri ?
Jadi ditinjau dari sudut apapun, baik prosedur birokrasi maupun substansi kebijakan, stafsus stafsus ini bermasalah. Belum lagi, gaji stafsus yang fantastis itu jelas membebani APBN, membebani rakyat.
Disaat gaji guru honorer yang jelas bekerja hingga 11 bulan tidak dibayar, sementara stafsus yang cuma jual muka selvie ria, sebulan dapat 51 juta. Itu belum termasuk fasilitas dan tunjangan yang diperolehnya.
Ini benar-benar negara warteg. Mengatur negara suka-suka. Kayak ngurusi Warung Tegal saja. Anak kemarin sore yang tak ngerti apa-apa, dihujani wewenang dan akses pada kekuasaan.
Sementara deretan orang pintar, yang ahli dan telah berpuluh tahun menekuni bidangnya, dipinggirkan. Jokowi memang biang masalah, maka semua yang memilih dan mendukung Jokowi ikut menanggung dosa atas semua kerusakan yang ditimbulkan Jokowi.
Ya Allah, kapan semua ini berakhir. Apa perlu kami berdoa agar Jokowi segera binasa ? Tidak juga. Karena pangkal masalahnya adalah Sekulerisme demokrasi. Ya Allah, segera angkat dan campakan Sekulerisme demokrasi dari negeri ini. [].
Posting Komentar