SAKSIKANLAH ! KAMI GENERASI PENGIKUT MUHAMMAD SAW, BUKAN SUKARNOIS !


Oleh : Nasrudin Joha

Geram dan marah, saat Sukmawati dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme’, mempertanyakan peran Nabi Muhammad SAW dalam merebut kemerdekaan Indonesia dibandingkan Soekarno. Dia, mempertanyakan peran baginda Rasulullah SAW pada era di abad 20 itu ketimbang  Bapaknya. Saat ada peserta Hendak mengklarifikasi, sosok perempuan penista Islam berdalih konde ini buru-buru memotong pembicaraan.  (11/11/2019).

Busukma nampaknya hendak mengkerdilkan peran Rasulullah SAW pada abad dimana beliau telah lama berpulang ke Rahmatullah, dengan sosok Soekarno yang memang hidup di zaman kemerdekaan awal Indonesia. Seolah, Busukma ingin berkata Soekarno lebih berperan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia ketimbang sosok Muhammad SAW. 

Padahal, semangat perjuangan dan perlawanan segenap bangsa Indonesia, perlawanan seluruh umat dan ulamanya, itu karena spirit jihad yang merupakan ajaran Rasulullah SAW. Semangat ingin merdeka itu didasari oleh spirit Islam, agama pembebasan yang dibawa oleh Kanjeng Nabi SAW.

Banyaknya pahlawan yang bertempur di Medan juang, memburu gelar Syuhada, itu atas spirit ingin syahadah sebagaimana diajarkan Nabi SAW. Mereka berjuang bagi bangsa ini karena perintah Nabi saw, mentaati Allah SWT, bukan karena spirit Soekarno. 

Karenanya, mempertanyakan peran Rasulullah SAW dengan Soekarno dalam diskursus kebangkitan dan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah satu bentuk pelecehan. Peran Rasululah membebaskan umat manusia dari penghambaan manusia, dari penjajahan mahluk di muka bumi ini, tak bisa dibandingkan dengan sosok siapapun dimuka bumi ini, apalagi hanya seorang Soekarno.

Jika Sukma terus mendeskreditkan agama ini, meskipun telah selamat dari tuntutan penistaan agama karena perlindungan rezim, tapi sebagai sebuah perlawanan kami nyatakan kami adalah loyalis Muhammad SAW bukan loyalis Soekarno.

Kami adalah loyalis Muhammad SAW, yang berjuang dan membina sahabat di Daarul Arkom dengan akidah dan syariat Islam, bukan loyalis Soekarno yang memanfaatkan pelacur untuk merealisir misi perjuangan.

Kami adalah loyalis Muhammad SAW dan hanya ingin berkumpul dengan Rasululah SAW dan bukan loyalis Soekarno, yang menggunakan tempat pelacuran untuk rapat-rapat perjuangan. Kami adalah umat yang memiliki cita-cita mulia, izzul Islam wal muslimin dan kami tempuh dengan cara mulia, bukan cara rendahan dengan memanfaatkan jasa para pelacur.

Kami memuliakan wanita, muslimah kami, dengan menikahi dan menanggung nafkahnya, bukan memeliharanya sebagai pezina untuk menjadi martir perjuangan.

Kami bukan loyalis Soekarno, yang memandang Pelacur tidaklah buruk. Apalagi memanfaatkan Mereka sebagai pendukung pergerakan nasional.
     
Meskipun Tak ada tempat aman bagi kaum pergerakan Islam, kami tidak akan pernah berlindung dan bernaung dibawah ketiak para pelacur. Kami beda dengan Soekarno dan kami bukankah generasi Soekarno.

Ketika masa pergerakan, Polisi rahasia bernama Politieke Inlichtingen Dienst (PID) ada di mana-mana. Menurut Takashi Shiraishi dalam Hantu Digoel (2001), kantor lembaga intel itu sudah ada di Betawi, Surabaya, dan Semarang. Agen-agen PID pun sudah tersebar di seluruh Hindia Belanda. 

“Aku menjadi sasaran utama bagi [mata-mata PID] Belanda. Mereka mengintipku seperti berburu binatang liar. Mereka melaporkan setiap gerak-gerikku. Sangat tipis harapanku agar bisa luput dari intipan ini. Kalau para pemimpin dari kota lain datang, aku harus mencari tempat rahasia untuk berbicara,” aku Sukarno dalam autobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (1965). 

Karena itu, menurut Tirto.id dalam sebuah artikelnya, menyebut Soekarno memanfaatkan jasa para pelacur untuk mengorek data dan informasi intelejen sekaligus mesin pengepul uang untuk modal perjuangan. Bahkan, artikel itu menyebut manfaat pelacur jauh lebih efektif untuk mencari info ketimbang anggota partai.

Diantara resiko pelacur itu kalau ketahuan menjadi agen Soekarno, mereka di penjara. Didalam penjara, para pelacur itu masih dimanfaatkan lagi jasanya untuk pergerakan.

Jadi sekali lagi, kami nyatakan kami loyalis Muhammad SAW, bukan loyalis Soekarno. Kami berjuang hanya untuk Islam dan tidak menggunakan cara-cara yang diharamkan Islam. Bagi kami wanita itu dimuliakan, bukan dijadikan atau membiarkan menjadi pelacur bahkan memanfaatkan jasa pelacur untuk perjuangan. [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget