Sertifikasi : Nikah Dipersulit, Kumpul Kebo Menjadi Alternatif


Oleh : Maulana Jati

Kebijakan sertifikasi nikah bagi kedua calon mempelai pengantin yang akan diterapkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menjadi kontroversi di masyarakat Indonesia. 

Muhadjir mengatakan bahwa calon pengantin tidak boleh menikah jika belum memiliki sertifikat nikah ini. Program sertifikasi persiapan perkawinan ini berupa kelas atau bimbingan pranikah wajib bagi setiap pasangan. Rencananya program ini berlaku pada 2020 dan Pemerintah tidak akan memungut biaya untuk program tersebut alias gratis.

Program sertifikasi yang rencananya akan berlaku di seluruh Indonesia ini akan dibuat dengan sistem pelatihan. Menurut Muhadjir, pasangan akan dilatih pelbagai pengetahuan mulai dari mengelola emosi, kesehatan reproduksi hingga keuangan. Kemudian, Kemenko PMK akan mempersiapkan laman khusus yang dapat diakses masyarakat yang hendak menikah untuk mengikuti kelas bimbingan. Masa kelas bimbingan untuk setiap calon suami istri hingga akhirnya mendapat sertifikat yaitu tiga bulan.

Namun niat Menko PMK ini ternyata dinilai memberatkan, bahkan beberapa menganggap bahwa wacana ini justru menghambat pasangan yang ingin menikah. Sebenarnya untuk persiapan menikah cukup disosialisasikan dan bimbingan agar ada kesiapan dari segi Agama, pemahaman keluarga dan adab saat rumah tangga. Dan memang orang yang akan menikah harus diberikan pendampingan, namun untuk sertifikasi nikah tentunya akan lebih sulit dilaksanakan.

Kita lihat persoalan sertifikasi guru saja belum selesai sampai sekarang. Proses sertifikasi guru dimulai sejak tahun 2007, kemudian pemerintah sendiri menargetkan agar proses sertifikasi ini selesai pada tahun ini. Namun, hingga kini, artinya belasan tahun, masih ada sekitar 1,62 juta guru yang belum tersertifikat. 

Gimana dengan Sertifikasi Nikah jika ada kendala harus nunggu seberapa lama?

Dan kita ketahui bahwa pengelolaan negara sekarang ini seperti main-main. Sedangkan orang menikah itu perkara sakral keagamaan yang harus dipermudah.

Kemudian kalau dijadikan kewajiban itu berarti menambahkan suatu hal yang sebenarnya tidak perlu sehingga akan menambah beban. Sebab setiap pasangan yang hendak menikah memang sudah seharusnya memahami seluk-beluk hingga tujuan sebuah pernikahan dan setiap orang dewasa akan memahami kewajiban masing-masing. Lagi pula ada konseling pranikah yang sudah dijalankan Kantor Urusan Agama (KUA) kalaupun mau ada tambahan materi silahkan namun tidak dengan sertifikasi nikah ini.

Apalagi jika sertifikasi ini dijadikan syarat bagi pernikahan, maka akan sangat mempersulit sesuatu yang memang harus dipermudah. 

Jika materi sekadar pengetahuan menyongsong kehidupan berumah tangga, maka dengan pembekalan sebelum nikah sudah cukup, jangan sampai menghambat dan menunda pernikahan seperti sertifikasi ini.

Tanpa sertifikasi nikah saja banyak yang terkendala menikah dan beberapa memilih kumpul kebo. Beberapa karena hal ini lebih ringan dan mudah dilakukan ketimbang melakukan pernikahan resmi, baik di KUA maupun Kantor Catatan Sipil. 

Pernikahan resmi yang mengharuskan pasangan itu melengkapi syarat administrasi dan menyiapkan sejumlah biaya tentu sangat berat bagi kaum yang tidak punya. Bagi mereka, biaya untuk bertahan hidup saja susah. Cobalah kita lihat ketika diadakan pernikahan masal di berbagai daerah, ternyata pesertanya banyak dan membludak. 

Dan jangan sampai karena masalah biaya, memperumit, memberatkan dan mempersulit semakin menambah orang untuk melakukan budaya barat menjijikan ini. []

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget