HAEDAR NASHIR TELAH MENGOKOHKAN GELAR DENGAN 'MEMAKAN DAGING' SAUDARA MUSLIM

Oleh : Nasrudin Joha 

Dalam pidato pengukuhan Haedar Nashir sebagai Guru Besar berjudul "MODERASI INDONESIA DAN KEINDONESIAAN Perspektif Sosiologi", Nashier telah membuat statement yang bersifat menuding dan menggunjing komponen umat Islam. Sebagaimana diketahui, isu radikalisme tak lepas dari narasi besar yang digulirkan oleh barat untuk menghalangi kebangkitan Islam politik, setelah barat 'gagal' menjual narasi terorisme.

Tendensi pidato Nashier yang termakan narasi barat, telah mulai nampak sejak mukaddimah pidatonya. Dalam naskah pidato berbentuk file PDF 54 halaman, yang beredar dikalangan aktivis melalui saluran WA, Haidar memulai pidatonya dengan ungkapan :

"Indonesia dalam kurun terakhir seakan berada dalam darurat “radikal” dan “radikalisme” dengan perhatian khusus pada radikalisme dan deradikalsme Islam melalui diksi waspada kaum “jihadis”, “khilafah”, “wahabi”, dan lain-lain. Isu tentang masjid, kampus, BUMN, majelis taklim, dan bahkan lembaga Pendidikan Usia Dini (PAUD) terpapar radikalisme demikian kuat dan menimbulkan kontroversi nasional."

Narasi pembuka pidato Nashir telah memberi legitimasi pada narasi yang digaungkan rezim Jokowi, yang juga bagian dari antek kapitalisme global dengan narasi  'War on Radicalism' yang substansinya adalah 'War On Islam'. Bukannya memberi koreksi atau kritik terhadap narasi radikalisme yang telah terbukti memecah-belah umat Islam, menjadikan umat Islam saling curiga dan saling menuduh, Nashir justru terlibat mengokohkannya.

Bahkan dihalaman 13, Nashir memulai menulis dengan mengutip pendapat Taspinar :

"Karenanya masalah radikal dan radikalisme tidak dapat disederhanakan secara sepihak. Menurut Taspinar (2015) radikalisasi merupakan fenomena yang terlalu kompleks dan memiliki banyak penyebab. Tempat berkembang yang ideal untuk melakukan perekrutan muncul ketika berbagai faktor sosial, budaya, ekonomi, politik, dan psikologis menjadi satu."

"Mengesampingkan akar permasalahan yang berasal dari aspek ekonomi dan sosial dari radikalisasi dengan alasan bahwa sebagian besar teroris memiliki latar belakang kelas menengah adalah bersifat simplistik dan menyesatkan. Meskipun demikian, sama kelirunya apabila mengatakan bahwa ideologi, budaya, dan agama tidak berperan dalam proses radikalisasi. Dalam kaitan ini, secara umum, terdapat dua pandangan utama yang muncul. Pertama, mereka yang melihat ideologi, budaya, dan agama sebagai pendorong utama radikalisasi. Kedua, faktor sosial dan ekonomi seperti kurangnya pendidikan, pengangguran, dan tidak adanya mobilitas ke lapisan atas yang menjadi penyebab radikalisasi."

"Jika konsep radikal dikaitkan dengan apa yang oleh Taspinar (2015) disebut “violent movements” (gerakan kekerasan) maka dapat dipahami adanya radikalisme keagamaan sebagai fakta sosial yang nyata. Di tingkat global tidak terbantah adanya ISIS, Al-Qaeda, Jamaah Islamiyah, Hizbut Tahrir, Taliban, dan gerakan berhaluan keras Islam lainnya. Setting sosiologis, faktor, dan relasi radikalismenya tentu kompleks, namun arus utama Islam dunia dan Indonesia menentang radikalisme-ekstrem dan segala bentuk kekerasan atas nama agama itu."

Kemudian Nashier membuat simpulan dihalaman yang sama :

"Bagaimana dengan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme yang terkait dengan Islam? Kenyataan memang terdapat kelompok radikal, ekstrimis, dan teroris yang mengatasnamakan Islam dan bertautan dengan ideologi Islam garis keras atau militan seperti *Al-Qaeda, Jamaah Islamiyah, Taliban, ISIS, Hizbut Tahrir, Jamaah Ansharu Daulah, dan lain-lain* yang bagi umat Islam atau Dunia Muslim tidak dapat menghindar dari kenyataan tersebut sekaligus memerlukan kritik ke dalam lebih dari sekadar bertumpu pada pandangan tentang politik konspirasi dari luar. Namun kenyataan tersebut sertamerta dijadikan generalisasi yang kemudian membangun cara pandang dan kebijakan bahwa yang dilekatkan dari radikalisme itu ialah radikalisme agama, khususnya radikalisme Islam sehingga sasaran deradikalisasinya pun adalah institusi-institusi sosial seperti masjid, majelis taklim, dan bagian-bagian dari kelembagaan umat Islam."

Lantas, dari mana dasar dan rujukan simpulan Nashir yang menyebut Hizbut Tahrir, Jamaah Anshorud Daulah, sebagai gerakan kekerasan (violent movement) ? Apa pula dasar Nashir menyimpulkan terorisme yang terkait dengan Islam? Kenyataan darimana yang kemudian membuat Nashir menyimpulkan terdapat kelompok radikal, ekstrimis, dan teroris yang mengatasnamakan Islam dan bertautan dengan ideologi Islam garis keras atau militan ?

Untuk Al Qaeda, ISIS, jamah Islamiyah dan Taliban mungkin saja Nashir kesulitan untuk melakukan kroscek dan ferifikasi sebelum menuliskan pendapatnya. Namun, untuk Hizbut Tahrir dan jamaah Anshoru Daulah, Nashier bisa membuat riset atau meminta klarifikasi kepada Hizbut Tahrir karena memiliki representasi resmi di Indonesia.

Meskipun HTI sebagai bagian dari Hizbut Tahrir telah dicabut BHP nya, namun HTI masih memiliki saluran melalui jubirnya untuk menjelaskan methode perjuangan Hizbut Tahrir. Padahal, publik telah mashur dengan gerakan dakwah Hizbut Tahrir yang hanya fokus pada pemikiran, politik, tanpa kekerasan dan tanpa fisik. 

Sebagai saudara sesama muslim, haedar juga tak perlu canggung untuk berkomunikasi dengan elemen HTI untuk mengkonfirmasi ide dan pemikiran HTI, sebelum latah menuding HTI atau Hizbut Tahrir sebagai gerakan yang terkategori menggunakan kekerasan (violent movement).

Bukankah pidato Haedar Nashir ini sama saja menggunjing saudara muslim ? Bukankah ini sama saja gosip ? Memakan daging saudara muslim ? Bagaimana mungkin Nashir mengunggah pidato kebanggaan sebagai Guru Besar, tapi pada saat yang sama Nashir menggunjing dan melukai hati saudara muslim ?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam al Qur`an :

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [al Hujurat/49 : 12].

Di ayat yang lain Allah SWT juga berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. [al Hujurat/49 : 12]

Maka sungguh aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai ahlul haq dan ahlul iman, tokoh intelektual, ternyata ia melakukan perbuatan ghibah (menggunjing), sedangkan dia mengetahui akibat buruk perbuatan tersebut. Firman Allah Ta’ala mengingatkan :

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ

Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? [al Hujarat/49 : 12].

Semua ini tidak terjadi kecuali ada campur tangan rezim Jokowi yang dikenal sangat anti Islam. Semua kebijakan, tak terkecuali kebijakan dalam dunia intelektual telah terkooptasi oleh narasi sesat rezim yang gemar jualan radikalisme. [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget