SELAMAT JALAN KPK, SEMOGA ISTIRAHAT DALAM DAMAI


Oleh : Nasrudin Joha 

Sejak diundangkannya UU No. 19 tahun 2019 praktis KPK lumpuh. Tak ada lagi berita OTT KPK. Pemberantasan korupsi, akan mati suri untuk waktu yang belum dapat ditentukan.

Pencangkokan Dewan Pengawas, Kewajiban izin OTT, Injeksi kewenangan SP3, status ASN pegawai, termasuk 'penunjukan komisioner baru' praktis membuat kinerja pemberantasan korupsi makin basa-basi. Kedepan, pengungkapan kasus pasti kasus yang telah lolos ferifikasi politik, baru ditingkatkan ke proses hukum.

KPK tak lagi menjadi 'lembaga independen', isu pemberantasan korupsi tak lagi menjadi ekstra ordinary crime. Kejahatan korupsi telah di pahami sebagai kejahatan konvensional yang bisa diselesaikan secara KUHP (Kasih Uang Habis Perkara). 

Informasi seputar OTT juga bisa menjadi objek eksploitasi secara hukum, anggota Dewan Pengawas bisa menjadi 'intel atau agen' politik atau informan politik bagi pelaku korupsi yang umumnya pejabat dan politisi. Dewan pengawas adalah jabatan politik, sehingga eksistensinya tak akan lepas dari unsur politik.

Sementara masuknya Firli Bahuri sebagai komisioner KPK, hal yang sangat lugas menggambarkannya adalah cover majalah tempo yang menggambarkan gedung KPK dilahap buaya. KPK akan menjadi institusi Polri cabang Rasuna Said.

Jangan berharap ada kasus KPK yang menangani korupsi anggota Polri, itu cerita kuno. Semua kebijakan KPK akan berada dibawah kendali Polri.

Penguasa sebagai operator alat negara termasuk Polri, yang akan menentukan garis garis besar haluan pemberantasan korupsi. Jika kawan politik, maka penguasa akan membuat batasan sterilisasi. Jika lawan politik, penguasa bisa membiarkannya atau bahkan membuat atensi khusus sebagai bahan untuk pencitraan prestasi pemberantasan korupsi.

Hati-hati saja, jika bertentangan apalagi melawan rezim kuat dugaan akan dijadikan pasien KPK. Jadi kalau ingin kritis, lebih baik menjadi rakyat biasa yang tidak bersinggungan dengan anggaran negara.

Kalau sudah jadi pejabat, penyelenggara negara, mustahil tak punya borok korupsi. Pada asalnya semua pejabat korup, hanya tingkat kebrutalannya saja yang berbeda. 

Karenanya hingga saat ini, belum ada satupun partai yang menduduki jabatan kekuasan, kadernya tidak menjadi pasien KPK. Semakin berkuasa semakin korup, itu sebabnya kenapa kader PDIP dan Golkar menduduki ranking teratas sebagai pelaku korupsi.

Semakin berkuasa semakin korup, itulah adagium umumnya. Jadi jika Anda ingin masuk lingkaran kekuasan berarti Anda secara sadar akan melakukan korupsi.

Saat ini KPK telah mati, entah akan sampai kapan KPK akan dibangunkan kembali dari kematian. Mulanya publik berharap Presiden keluarkan Perppu untuk memanggil arwah KPK, tapi ternyata Presiden lebih senang KPK mati dan dikubur dalam-dalam. [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget