Dekat dengan china, kebijakan Jokowi tetap bersifat kapitalistik dan liberal.

Indonesia akan dikuasai komunisme karena Presiden Jokowi dekat dengan Cina?

Barangkali akan ada banyak yang tidak sepakat dengan saya. Ya tidak apa-apa..

Hm..

Kalau Indonesia ini akan berubah menjadi komunis, niscaya kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi akan mencerminkan kebijakan-kebijakan negara komunis. Minimal, meniru gaya kepemimpinannya Pak Karno. Tapi kenyataannya kan tidak.

Justru kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi sangat bersifat kapitalistik dan liberal. Lihat saja, kebijakan-kebijakan pencabutan subsidi yang selama ini digalakkan. Subsidi BBM misalnya. Ini adalah kebijakan kapitalis. Bukan kebijakan komunis. Yang sebentar lagi terjadi, pencabutan subsidi listrik pada tahun 2017 untuk sebagian pengguna 900 V, pada tiap tiga bulan sekali. Kebijakan semacam ini dan sejenisnya, adalah kebijakan yang lahir dari ideologi kapitalis dengan asasnya liberalisme.

Contoh lain adalah kebijakan liberalisasi pendidikan, liberalisasi kesehatan melalui program JKN (BPJS), liberalisasi budaya. Ini sangat kapitalistik. Bahkan, belum lupa dalam ingatan kita tentang keikutsertaan Indonesia dalam CAFTA atau MEA. Negara komunis, mana mau ikut yang beginian. Jadi, negara ini bukannya akan dikuasai komunisme, tapi sedang dikuasai kapitalisme.

Cina itu komunis, memang iya. Tetapi itu hanya diterapkan di negaranya sendiri, dan itu juga hanya terbatas pada beberapa kebijakan saja. Khususnya dalam hal berketuhanan. Sementara dalam hal kebijakan ekonomi dan hubungan luar negeri, Cina saat ini sudah sangat kapitalistik. Sama sekali tidak tampak komunismenya. Sampai-sampai Cina itu disebut kapitalis dari Timur. Sebab, kapitalis dari Barat tetap dipegang Amerika.

Lalu bagaimana dengan maraknya penampakan simbol komunisme palu arit? Berbagai penampakan itu memang harus diwaspadai. Sebab, gerakan komunis memang berbahaya. Makanya harus diwaspadai dan antisipasi. Tetapi tingkat antisipasi atau kewaspadaannya tentu harus dibedakan dengan bahaya kapitalisme. Sebab, kehancuran negara ini (rusaknya moral pejabat, perampokan harta rakyat, penjajahan undang-undang, utang negara yang bertumpuk, kedaulatan negara hilang akibat perusahaan multinasional, dan lain-lain) justru lebih banyak disebabkan oleh kapitalisme yang telah merongrong negeri ini selama lebih dari 60 tahun.

Oleh karena itu, jangan kita bersikap berlebih-lebihan terhadap komunisme. Kita harus bersikap secara proporsional. Mana yang lebih kuat posisinya, tentu itulah yang harus lebih banyak kita berikan perhatian untuk kita waspadai. Sedangkan yang posisinya lemah, tingkat kewaspadaan juga kita berikan sebagaimana posisinya. Jangan dibalik. Yang kuat posisinya kita abaikan, sementara yang belum kuat posisinya malah kita habiskan energi untuk meresponnya. Apalagi sampai paranoid, dengan mengatakan uang baru itu mirip uang cina, ada gambar palu aritnya. Ini lebay, berlebihan. Berlebihan dalam merespon berita soal Cina. Ya begitu itu jadinya. Memangnya sudah bisa memastikan bahwa gambar di uang baru itu gambar palu arit? Atau jangan-jangan ini hanya dugaan saja? Kalau hanya dugaan, berarti tidak diyakini. Kalau tidak diyakini, ngapain disebarkan isunya? Kalau sampai meyakini itu gambar palu arit, ya ga usah diterima kalau dikasih uang baru. Sini saya siap menampungnya. Hehe.

Jadi, proporsional lah kita dalam merespon sesuatu. Bahaya yang kecil diperhatikan sampai berlebihan, sementara bahaya yang besar lupa untuk diperhatikan. Ini kebalik namanya. Meminjam istilah Prof. Nasaruddin Umar ketika mengomentari ISIS, "Ini namanya mengharimaukan kucing."

Kan tidak mau juga kan kalau ada yang berpikir, "Isu komunisme itu adalah untuk mengalihkan umat dari kapitalisme." Sehingga, harapannya dengan isu komunisme ini akan memalingkan rakyat dari bahaya kebijakan-kebijakan kapitalistik.

Jadi, bahaya besar yang dihadapi negeri ini, tetap ada pada kapitalisme yang sedang berkuasa; bukan pada komunisme.

[Agus Trisa]

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget