Awal tahun 2000, saya dapat kesempatan ngisi training organisasi kepemudaan (OKP) nasional yang diadakan Kemenpora di Cibubur. Saat itu hadir perwakilan OKP tingkat pusat dari berbagai latar belakang. Perwakilan Gema Pembebasan juga ikut berpartisipasi.
Ada suatu pemandangan menarik saat itu, sebagian perwakilan OKP ternama membawa HP keren-keren pada zamannya. Ada aktivis Gema Pembebasan yang berseloroh ke saya,”lihat tuh Mas, si anu ketua umum OKP anu bawanya komunikator Nokia 9210i”. Wow....., pada masa itu harga komunikator 9210i mencapai 10 juta an. Keren banget masih mahasiswa sudah megang HP keren 10 juta an. Perlu dicatet di masa itu belum terlalu marak budaya entrepeurship kayak mahasiswa sekarang.
Si aktivis Gema Pembebasan ngobrol lagi,”Lebih keren lagi HP ku Mas...., Nih !!!” Sambil dia tunjukkan HP jadul miliknya yang dikaretin... he...he...he...
Saya bilang,”kamu memang proletar sejati...ha..ha..ha..”
Di zaman itu memang rahasia umum, para mahasiswa atau pemuda mengejar ketua umum OKP tertentu sebagai batu lompatan politik atau kariernya. Melalui posisi tersebut dia akan memiliki jaringan ke banyak kalangan pemilik sumber daya, baik dari kalangan pemegang kekuasaan atau pengusaha.
Ya sedikit cerita komunikator 9210i dan HP jadul dikaretin tadi mengawali penelusuran saya pada pola patronase gerakan mahasiswa pada awal tahun 2000.
Patron-klien adalah pola hubungan antara 2 kelompok, yang satu berposisi lebih tinggi dan mempengaruhi (patron), sementara yang lain berposisi lebih rendah dan dipengaruhi (klien). Patron akan memberikan rasa aman dan manfaat kepada klien. Dan sebagai balasannya klien akan memberikan komitmen dan kepatuhannya kepada patron.
“Me-nu-rut...
ana-lisis saya....”, ternyata tak ada gerakan mahasiswa yang benar-benar independen. Gerakan mahasiswa berposisi sebagai klien dan ada patron yang mempengaruhinya.
Dalam kondisi materialis, ternyata pola relasi patron-klien yang mendominasi gerakan mahasiswa adalah pola transaksional dan kepentingan.
Pihak patron biasanya dari kalangan penguasa atau pengusaha yang memiliki kepentingan tertentu. Gerakan mahasiswa sebagai klien akan diberikan sejumlah fasilitas, materi dan peluang masa depan yang aman dari patron. Sebagai balasannya gerakan mahasiswa harus mengikuti arahan dari patron.
Kawan-kawan seperjuangan....
Pola yang terjadi pada tahun 2000 an awal tadi, apakah masih terjadi di masa sekarang???
“Me-nu-rut...
ana-lisis saya....”, pola relasi patron-klien tadi masih terjadi pada gerakan mahasiswa. Tak bisa dipungkiri, saat ini ada beberapa gerakan mahasiswa yang dekat dengan penguasa dan partai-partai pendukung penguasa atau pihak-pihak yang sangat berkepentingan terhadap penguasa.
Dalam amatan saya, memang beberapa gerakan mahasiswa saat ini ikut menikmati kue kekuasaan. Tetapi tak ada makan siang gratis...., sebagai imbalannya mereka harus patuh dan ikut apa yang dikatakan penguasa.
Jadi kalo beberapa waktu yang lalu, ada beberapa gerakan mahasiswa yang suaranya sama dengan penguasa maka pantas dicurigai mereka adalah kliennya penguasa.
Ada sesuatu yang anomali terjadi pada beberapa gerakan mahasiswa tersebut.... Biasanya gerakan mahasiswa memiliki sikap kritis pada penguasa, ini malah mengamini kata penguasa yang sudah jelas kedzalimannya.
Sudah saatnya gerakan mahasiswa kembali pada jati diri idealismenya. Tak masalah memiliki pola relasi patron-klien, tetapi bukan transaksional. Gerakan mahasiswa harus menjadikan patronnya adalah ideologi. Ideologi lah yang mempengaruhi geraknya..., komitmennya diberikan pada ideologi...., dan semangatnya adalah perjuangan ideologi.
Salut buat Gema Pembebasan yang terus menjaga idealismenya.... Bersatu... Bergerak.... Tegakkan Ideologi Islam....
Tetapi HP nya tidak harus jadul dikaretin ya ...ha...ha...ha...
HIDUP PERJUANGAN...!!!
HIDUP IDEOLOGI ISLAM...!!!
25012017
Fanspage FB : @MasAgungWisnu
Twitter : @MasAgungWisnu
Posting Komentar