Oleh: Nasrudin Joha
Sejak Khilafah menjadi buah bibir, diperbincangkan banyak kalangan, baik para politisi elit atau rakyat jelata, banyak upaya untuk menghadangnya, menyudutkannya, sehingga muncul pro dan kontra. Karenanya, Khilafah menjadi sentral opini, baik yang menudingnya atau yang meyakininya.
Keliru besar jika menghambat ide dengan mengkampanyekan ide itu sebagai sebuah ancaman, sebuah bahaya besar, semakin dihororkan, semakin seksi ide bagi khalayak, sebab naluri akal itu selalu mencari kebenaran.
Karenanya saya tidak mau bicara tentang Khilafah, sebab semakin saya membicarakannya bahkan dengan tudingan yang paling jahat sekalipun -Khilafah justru akan semakin dikerubuti- baik yang ingin tahu lebih lanjut atas dasar kesadaran, atau yang ingin tahu karena penasaran.
Saya tidak mau bicara tentang Khilafah, karena tuduhan terhadap Khilafah tidak akan mengecilkan ide Khilafah, tidak mengubah hukum syara tentang wajibnya menegakan Khilafah, tidak pula bisa mengalihkan pertanggungjawaban atas sederet kerusakan yang ditimbulkan kapitalisme global kepada Khilafah. Bagaimana mungkin Khilafah yang baru sebatas ide, diminta bertanggungjawab atas deretan kerusakan dunia yang ditimbulkan kapitalisme global ?
Khilafah itu belum tegak, baru sebatas ide, ide yang tak mampu menghadirkan kemaslahatan tidak pula mampu menolak kemudharatan. Khilafah tak mampu memproduksi kebaikan sebagaimana ia tak mampu menimbulkan kesusahan. Lha wong baru ide, darimana teorinya ide bisa menimbulkan kerusakan ? Menimbulkan kebaikan ?
Ide itu baru menimbulkan dampak jika diterapkan. Saya tidak mau bicara Khilafah, sebelum Khilafah diterapkan. Bagi penentang Khilafah, harusnya fair. Mari kita tegakkan Khilafah, setelah itu kita ukur apa dampaknya. Memecah belah atau menyatukan ? Menyejahterakan atau menyengsarakan ? Membebaskan atau membelenggu akal ? Menimbulkan bencana atau barokah ?
Lha wong selama ini mereka klaimnya sedang dan selalu belajar berdemokrasi, menerapkan hukum demokrasi, ketika timbul kerusakan kok menyalahkan Khilafah ? Situ sehat ?
Kalo khawatir terhadap ide, nantinya akan menimbulkan dampak buruk, kenapa khawatir akan asumsi ? Realitasnya biang korupsi itu semua yang memuja demokrasi. Mana ada pejuang Khilafah kecipratan duit e KTP ? Mana ada pejuang Khilafah terlibat skandal Century ? Mana ada pejuang Khilafah menjadi mafia BLBI ? Semua yang terlibat itu pengasong demokrasi !
Kalo mau tahu gambaran Khilafah, rujuk sejarah Khilafah yang hampir 13 abad menaungi seluruh negeri kaum muslimin, menertibkan dunia dalam panji kedamaian Islam. Coba tengok konflik Palestina dan timur tengah, itu baru muncul setelah runtuhnya Khilafah Turki Utsmani dan berdirinya negara teroris Israel.
Jadi, penyebab teror dan hilangnya kedamaian dunia itu dua: tiadanya Khilafah sebagai penjaga peradaban Agung yang damai, dan munculnya negara teroris Yahudi Israel.
Kembali lagi, saya tidak mau bicara Khilafah, jika baru diskusi satu inchi tentang Khilafah saja kalian sudah kesemutan, membuat kesimpulan sepihak dengan mengasumsikan Khilafah seperti yang di dongengkan Amerika. Khilafah ISIS lah, Khilafah teroris lah, dst.
Ayo mengkaji Khilafah secara adil, berdiskusi dengan akal dan nalar, jangan ikut nalar rezim yang kamus hidupnya hanya ada bahasa "POKOK'E". Duduk sejenak, dengarkan penjelasan tentang Khilafah.
Jika ada kebaikan, Anda tertarik dan kemudian bergabung untuk memperjuangkannya, maka itu kebaikan buat Anda. Jika Anda berpendapat berbeda, semakin membenci dan marah terhadap Khilafah, cukuplah kemarahan itu meliputi pikiran Anda.
Jadi, saya tidak mau bicara Khilafah sampai Anda kelayakan diri berdiskusi menggunakan otak, jangan bermodal tempurung kosong yang hanya memahami bahasa politik cuma "salam
dua periode". Saya beritahu, itu DUNGU! [].
Posting Komentar