by John Suteki
Meski saya sudah mengetahui telah ada kesepakatan tidak akan ada PERPPU TERORISME, namun saya tetap khawatir bila RUU TERORISME yang diajukan oleh Pemerintah terburu-buru disahkan.
Berdasarkan keterangan Ketua Pansus RUU Terorisme (Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhammad Syafi'i) dalam sebuah video, saya juga menangkap kesan bahwa ada upaya PEMBERANTASAN TERORIS yg diutamakan dibandingkan PEMBERANTASAN TERORISME sebagai mana titel RUU ini. Jadi ukuran keberhasilan penanganan terorisme lebih dinilai dari kuantitas berapa banyak orang (terduga, tersangka, terdakwa, terpidana, tertembak dll) yg bisa DITINDAK bukan bagaimana TINDAKAN TERORISME itu diberantas (PROSES PENCEGAHAN).
Banyak hal kalau kita lihat muatan RUU yang diajukan oleh pemerintah:
- Meniadakan proses due of law, begitu terduga langsung bisa ditindak, di sinilah Pemerintah akan menjadi EXTRACTIVE INSTITUTION dan cenderung melakukan EIGENRICHTING (main hakim sendiri).
- Begitu terduga langsung bisa diasingkan selama 6 bulan di tempat yg tdk diketahui oleh siapa pun kecuali aparat.
- Masa penahanan dari terduga hingga penuntutan bisa lebih dr 500 hari.
- Narasi kejadian terorisme diserahkan kepada pemerintah.
- Kekhususan lain yg mungkin dapat dinilai merupakan pelanggaran HAM.
Jadi klo Perppu itu isinya tdk jauh dari RUU ataupun RUU yg diajukan oleh Pemerintah itu disahkan maka akan berdampak luas pada penggunaan hukum hanya sbg alat gebuk penguasa terhadap orang dan kelompok orang yg dicurigai dan bertentangan dengan Pemerintah. Saya kira ini bentuk pembelokan PRINSIP NEGARA HUKUM menjadi NEGARA KEKUASAAN (BIFURKASI HUKUM).
Saya jelas berada di koordinat menentang aksi terorisme, tetapi tidak mendukung penanganan yang melampaui aspek PENEGAKAN HUKUM melalui DUE PROCESS OF LAW dan HUMAN RIGHT kendatipun terorisme dikelompokkan menjadi EXTRA ORDINARY CRIME.
Yang harus kita ketahui bersama adalah bahwa antara NEGARA HUKUM (Rule of Law), DEMOKRASI dan HAM itu memiliki HUBUNGAN PIRAMIDAL. Tidak mungkin bisa terwujud DEMOKRASI kalau PRINSIP NEGARA HUKUM diacak-acak. Dan tidak mungkin HAM dapat di RESPECT, FULLFIL dan di PROTECT bila DEMOKRASI telah mati. Matinya demokrasi dapat tejadi karena penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara telah bergeser ke arah OTORITARIANISME.
This is a reason for a statement: WHY DEMOCRACIES DIE.
#THE BREAKDOWN of DEMOCRACY will be caused of AUTHORITARIANISM!
Posting Komentar