JOKOWI BERADA DI BARISAN PENISTA AGAMA ? [Studi Kasus Meliana, Sang Penista Agama]

Oleh: Nasrudin Joha

Umat paham betul, bagaimana sikap dan pembelaan Jokowi yang kekeh membela Ahok, sampai pada aksi 411 Jokowi tidak mau menemui perwakilan ulama dan umat Islam yang menuntut keadilan atas perilaku penodaan agama yang dilakukan Ahok. Jokowi, malah sibuk urusan lain padahal para ulama dan tokoh perwakilan ingin mengadukan nasib umat Islam yang agamanya dilecehkan Ahok. Sementara, peserta aksi dibiarkan ditembaki polisi dengan gas air mata, dua orang tewas akibat insiden ini.



Baru pada aksi 212, status Ahok naik menjadi tersangka. Itupun setelah 7 juta umat Islam melakukan aksi bersama di Monas. Luar biasa, hanya menuntut keadilan butuh pengerahan masa tujuh juta orang.

Pada kasus pengrusakan masjid di Tolikara, Jokowi justru menerima perwakilan perusak kebhinekaan dan penganjur intoleransi di istana negara layaknya tamu kehormatan. Pelaku kriminal, dianak emaskan sama persis pengemplang dana BLBI yang diterima karpet merah istana.

Kini, Jokowi mengulangi lagi. Seorang perempuan Penista agama bernana Meliana telah divonis 18 bulan penjara atas kasus penodaan agama. Lagi-lagi, tindakan penistaan agama ini mendapat dukungan dari Jokowi.

Meliana telah divonis bersalah karena mempermasalahkan azan, panggilan sakral bagi kaum muslimin. Sampai saat ini, tidak ada satupun umat Islam yang komplain pada suara lonceng gereja. Ini karena umat Islam sangat menghargai kebhinekaan, sangat toleran. Tetapi kenapa penista agama Meliana ini komplain terhadap suara azan? Bahkan wanita Penista ini mengeluarkan hujatan dan sumpah serapan kepada jamaah sholat tarawih.

Saat ini framing dan tudingan jahat sedang dimainkan, dan Jokowi ikut memukul genderang tabuhan intoleransi itu. Rasanya, umat Islam selalu dijadikan korban sekaligus tertuduh. Umat Islam yang dinodai agamanya, umat Islam yang dituding intoleransi dan radikal.

Semua media kontra Islam bersuara, ibarat sebuah orkestra sang dirigen telah menabuh genderang tabuhan tudingan intoleransi kepada umat Islam. Ini tidak boleh dibiarkan, cukup sudah umat Islam diam pada framing jahat media mainstream yang memang anti terhadap Islam.

Suara-suara kritis media sosial, nantinya akan dituding penebar hoax. Padahal, penguasalah produsen hoax terbesar. Karena itu, melihat Jokowi jangan hanya melihat wajah lugu yang menipu, tetapi lihatlah kebijakannya yang kontra dan menindas terhadap umat Islam.

Jika Islam yang dinodai, disakiti, tidak ada satu patah kata pun ungkapan pembelaan. Terapi jika tuduhan terhadap umat Islam, segera dan serta merta Jokowi ikut nimbrung menghakimi.

Putusan sudah diketok, silakan banding jika tidak terima. Jangan membuat pengadilan media dan membuat framing dan vonis sepihak yang mendeskreditkan umat Islam. Umat Islam taat hukum, karenanya kasus Meliana dibawa ke meja hijau. Kalau umat Islam sumbu pendek, pasti umat Islam tidak mau mengambil proses hukum.

Media kontra Islam bekerja, semua tokoh dan lembaga diwawancarai, framing hakim tidak adil dan umat Islam intoleran terus digelorakan. Siang malam berita diedarkan, giliran kader Nasdem ke tangkap sabu 105 KG media hanya memberitakan ala kadarnya.

Bahkan kasus Meliana, agamawan diluar Islam ikut bersuara. Mereka telah ikut melakukan penggalangan opini untuk secara tidak langsung mendeskreditkan umat Islam. Ini bahaya, umat Islam bisa marah.

Karena itu, kita butuh pemimpin yang taat, yang sholeh, yang tidak sekedar bersolek citra menggandeng ulama tapi menindas dan mendeskreditkan agama dan umat Islam. Kasus Meliana ini, menjadi satu bukti tambahan dari banyaknya bukti yang sudah ada, yang mengkonfirmasi bahwa rezim Jokowi adalah rezim represif dan anti Islam. [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget