Wajah Asli Demokrasi (makan siang ala Mega - Prabowo)


Oleh : Abu Ghazi

Di Awali dari MRT menuju ke Warung Sate, Hingga menikmati Nasi Goreng Hingga Nambah Porsi.

Itulah Demokrasi penuh intrik dan Skil tinggi bagi rakyat untuk dapat memahami. Dulu yang saling mencaci dan mengkritisi awalnya, hingga saling memuji akhirnya itu adalah bagian yang terpisahkan dalam sistem ini.

Ada istilah oposisi lima tahunan, sambil menunggu peluang dan ajakan yang menggiurkan untuk dapat di manfaatkan. Berebut simpati sebagai persiapan sebelum pemilihan.

Hingga sampailah muncul istilah tidak ada teman dan lawan, yang ada adalah kepentingan partai dan golongan.

Seperti inilah sekelumit bukti yang dapat dilihat dari pertemuan antara Megawati dan Prabowo.Tak ada lagi sekat koalisi katanya, tak ada pula istilah koalisi atau oposisi. 
https://news.detik.com/berita/d-4638151/prabowo-ketemu-megawati-tak-ada-lagi-sekat-koalisi

Kalau sudah keluar pernyataan seperti ini, pertanyaan serius nya mengapa harus ada kompetisi? Kompetisi yang sudah banyak menghabiskan anggaran negara yang berasal dari uang rakyat.

Sekali lagi kalau sudah seperti ini masihkah umat Islam percaya dengan demokrasi? Masihkah menyandarkan kebangkitan Islam dari Jalan ini? Sudah berkali-kali rakyat dan umat tertipu janji manis dan tersakiti. 

Seorang mukmin yang cerdas harusnya tak mungkin digigit ular di lubang yang sama dua kali, layaknya sistem demokrasi yang sudah sangat jelas banyak merugikan kaum muslimin.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ

“Tidak selayaknya seorang mukmin dipatuk ular dari lubang yang sama sebanyak dua kali.” (HR. Bukhari no. 6133 dan Muslim no. 2998)

Imam Nawawi menyatakan bahwa Al-Qadhi Iyadh berkata, cara baca “yuldagu” ada dua cara:

Pertama: Yuldagu dengan ghainnya didhammah. Kalimatnya menjadi kalimat berita. Maksudnya, seorang mukmin itu terpuji ketika ia cerdas, mantap dalam pekerjaannya, tidak lalai dalam urusannya, juga tidak terjatuh di lain waktu di lubang yang sama. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa ia tergelincir dalam urusan agama (akhirat).

Kedua: Yuldagi dengan ghainnya dikasrah. Kalimatnya menjadi kalimat larangan. Maksudnya, janganlah sampai lalai dalam suatu perkara. (Syarh Shahih Muslim, 12: 104)

Ibnu Hajar berkata, “Seorang muslim harus terus waspada, jangan sampai lalai, baik dalam urusan agama maupun urusan dunianya.” (Fath Al-Bari, 10: 530)

Kesimpulannya, muslim yang cerdas tak mungkin berbuat dosa yang sama dua kali. Ketika ia sudah berbuat kesalahan, ia terus hati-hati jangan digigit lagi di lubang yang sama.

#CampakkanDemokrasi
#UdahKhilafahAja

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget