SELAMATKAN BUMI PAPUA DENGAN SYARIAH


Pasca kerusuhan yang menimpa Papua, Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat  (KNPB) Victor Yeimo dalam halaman facebooknya menuliskan "Tujuan kami kesana adalah untuk mengajak Gubernur, DPRP, MRP, dan semuanya untuk bergerak keluar bersama rakyat Papua untuk menentukan nasip sendiri melalui referendum untuk kemerdekaan. Sebab hanya kemerdekaan yang mampu menempatkan harkat dan martabat bangsa Papua sejajar dengan bangsa-bangsa lain dunia".

Nampak jelas, Opini dan tuntutan yang berkembang terus mengarah pada kemerdekaan papua, saat terjadi kerusuhan, kata-kata "merdeka" pun diteriakan oleh para pelaku kerusuhan.

Namun Sangat disayangkan dengan sikap Jokowi, yang tidak tegas dalam menyikapi kerusuhan tersebut, dihadapan wartawan saat ditanya terkait proses hukum terhadap pihak-pihak yang telah memicu kemarahan masyarakat Papua, Jokowi enggan berkomentar lebih jauh, bahkan beliau meminta agar masyarakat papua memaafkan (kompas, 19/08/2019).
Padahal sebelumnya Jokowi mengatakan "tidak akan memberi toleransi terhadap pelaku kerusuhan yang mengancam NKRI"(tempo.com, 22/05/2019)

Sikap pemerintah Indonesia memang terkesan tidak tegas dan tampak lemah. Meskipun berulang kali terjadi konflik dan pembunuhan terhadap aparat keamanan Indonesia, Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang diduga keras sebagai pelakunya hanya disebut GPK (gerombolan pengacau keamanan) atau KKB (kelompok kriminal bersenjata) bukan organisasi teroris dan makar.

Sikap berbeda ditunjukkan kalau berhadapan dengan kelompok dari umat Islam yang dituduh teroris. Pemerintah sangat serius memberantasnya. Yang masih diduga pelaku teroris saja banyak yang ditembak mati. Dengan bantuan Australia dan Amerika Serikat, Densus pun dibentuk menyukseskan agenda politik Amerika, agenda perang melawan terorisme dengan sasaran khusus umat Islam.

Lemahnya sikap pemerintah juga terlihat dari sikap pemerintah yang cendrung diam, tidak melakukan  protes terhadap negara-negara yang memberikan jalan dibukanya kantor kelompok separatis Papua. Sejak dibukanya kantor pertama di Kota Oxford Inggris April 2013,  kelompok separatis Free West Papua pimpinan Bennya Wenda membuka kantor di beberapa negara seperti Australia, dan Belanda. Celakanya, Pemerintah Indonesia malah bekerjasama erat dengan negara-negara imperialis ini.

Munculnya semangat distintegrasi di papua ini tak lepas dari sistem politik demokrasi. Demokrasi memberikan jaminan kepada semua warganya untuk menyatakan pendapatnya, berserikat dan berkumpul, bahkan melepaskan diri dari sebuah wilayah—hak menentukan nasibnya sendiri. Contoh yang paling nyata adalah lepasnya Timor Timur dari NKRI.

Di sisi lain, sistem kapitalisme dan liberalisme di bidang ekonomi menjadi biang terjadinya kemiskinan struktural. Alih-alih meningkatan kesejahteraan rakyat, sistem kapitalisme justru memunculkan kesenjangan yang kian menganga antara di kaya dan si miskin. Orang-orang kaya—pemilik modal—mendapatkan akses yang lebih luas untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, sementara kaum miskin justru kian sulit mendapatkan penghidupan.

Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak asing dan kalangan tertentu untuk mendorong munculnya disintegrasi, seperti yang ditulis Victor Yeimo dalam tulisan selanjutnya, yaitu kesenjangan dan kemiskinan yang dijadikan motif disintegrasi tersebut.

Sudah menjadi pengetahuan umum, keinginan referendum di Papua mendapat dukungan dari dunia internasional dan gereja. Bahkan sebagian anggota Kongres Amerika pun secara nyata menyatakan dukungan tersebut dan pernah berkunjung ke Papua. Demikian pula LSM-LSM internasional ada di balik aksi tuntutan referendum Papua.

Penting untuk disadari oleh semua pihak, khususnya rakyat Papua, pemisahan Papua dari Indonesia bukanlah solusi bagi persoalan rakyat Papua. Meminta bantuan negara-negara imperialis untuk memisahkan diri merupakan bunuh diri politik. Memisahkan diri akan memperlemah Papua. Negara-negara imperialis yang rakus justru akan lebih leluasa memangsa kekayaan alam dan sumberdaya negeri Papua. Pemisahan Papua hanyalah untuk kepentingan segelintir elit politik yang bekerjasama dengan negara-negara asing imperialis.

Tak ada jalan lain untuk keluar dari persoalan ini, kecuali dengan mencampakkan sistem kapitalisme-demokrasi, lalu menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah Rasyidah. Syariah Islam akan menghentikan imperialisme Amerika, Inggris, Australia dan Barat. Syariah Islam akan menutup celah bagi negara imperialis memecah dan menguasai negeri ini. Allah SWT berfirman:

﴿وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً﴾

Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141).

Syariah Islam akan menjaga keamanan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat tanpa melihat suku, bangsa, warna kulit maupun agama. Kebijakan politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan setiap individu rakyat; juga menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.

Islam menetapkan kekayaan alam yang besar sebagai milik umum, milik bersama seluruh rakyat, yang haram dikuasai swasta apalagi asing. Kekayaan alam itu harus dikelola oleh negara mewakili rakyat. Hasilnya akan dihimpun di kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan pembangunan dan pelayanan kepada rakyat.

Menyelesaikan masalah Papua adalah dengan menghilangkan kezaliman dan ketidakadilan yang terjadi, mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta mendistribusikan kekayaan itu secara merata dan berkeadilan.

Syariah Islam, ketika diterapkan secara total, pasti akan memberikan kebaikan kepada siapapun, termasuk non-Muslim. Syariah Islam inilah yang akan memberikan kebaikan kepada kita di dunia dan di akhirat. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

(Ahmad Sakhroni, karawang 20/08/2019)

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget