MASIH SEPUTAR SINETRON FREEPORT

Oleh: Nasrudin Joha 

Nampaknya, benarlah apa yang disampaikan olah yang mulia, Sri Paduka Dr. Nasrudin Joha, SH, SE, ST, SS, TTDJ, yang menghasilkan kesimpulan : Sayatan Sosmed Itu Pedih Jenderal ! Itu pula, yang dialami Jokowi ketika menggunakan jubah 'divestasi freeport' untuk menunjukan kegagahannya. Nyatanya, hanya dalam hitungan hari jubah kedunguan divestasi Freport mampu dicabik-cabik, dipeloroti, hingga Jokowi nyaris bugil.

Yang paling tajam, kalimat pedas LBP saat diambil keterangan MKD DPRI RI pada kasus 'Papa Minta Saham'. LBP di depan MKD secara gamblang menyampaikan : Kenapa kita mesti beli saham Freeport kan 2021 sudah habis. ini tentu saja menelanjangi kegagahan Jokowi.

Selebrasi kemenangan langsung berubah total menjadi tragedi kedunguan, lelayu kematian nasional. Jokowi secara politik, justru mati kutu ketika mengunggah isu 'divestasi Freport' untuk unjuk kegagahan. Faktanya, justru menelanjangi kedunguan dan mempertontonkan kebodohan tingkat dewa.

Sampai kelas netizen awam pun, sempat membuat cerpen Pak haji beli ruko milik sendiri. Tak pelak, ekonom juga ikut nimbrung. Bahasa Sarkas dan terkesan profan, tak terbendung lagi. GOBLOK, BODOH, DUNGU, tiga kata ini menjadi viral untuk melabeli kebijakan divestasi Freport.

Muncul berbagai analisis, dari yang paling sederhana hingga yang paling njelimet, semua koor menguliti kebijakan ngaco tuan Presiden. Dari mulai yang sederhana kenapa harus beli barang milik sendiri, toh 2021 akan habis kontrak dan demi hukum Freport kembali ke pangkuan NKRI. Sampai ada yang menghitung, nilai benefit Freport dibandingkan resiko dan kewajiban obligasi Bond akibat utang inalum untuk mborong beli rugi saham freeport.
jejak digital luhut binsar panjaitan menolak perpanjangan freeport

Semua menghasilkan kesimpulan yang sama : kebijakan borong saham dari tambang milik sendiri jelas kebijakan tak waras. Semua menguliti secara tajam, sampai tidak ada satu panu pun yang menempel pada isu divestasi Freport terlewatkan. Ya, Jokowi ditelanjangi. Tuan Presiden dikuliti. Nyaris, tak tersisa lagi sedikit saja Marwah dan wibawa sebagai Presiden, selaku kepala negara dan kepala pemerintahan.

Isu yang terbesar, ini tak saja terkait divestasi. Tapi, terkait bercecerannya gizi politik dari ngalap berkah beli rugi saham Freport. Jelas, ada bagian yang sudah dikapling-Kapling Freport untuk politisi dan partai demi menggolkan kebijakan ngaco ini.

Bagi freeport, keluarkan uang hingga 30 T untuk bancakan politik, kecil sekali. Ketimbang untung beliung yang diperoleh Freport. Freeport dapat double benefit : dapat duit segar dan tenang menambang (baca: merampok) hingga 2041 melalui peralihan rezim KK menuju IUPK.

Bagi politisi dan partai, 30 T itu lumayan besar. Komitmen bersama 'KITA HARUS MENANG' berkonsekuensi 'KITA HARUS PUNYA UANG'. Divestasi freepot menjadi jalan keluarnya.

Secara politik jualan pencitraan sebagai bangsa berdaulat karena bisa mengambil alih freeport. Secara ekonomi, dapat gizi politik puluhan triliun untuk menggolkan visi 'KITA HARUS MENANG'.

Tapi apa daya ? Ternyata benar fatwa Nasrudin Joha : SAYATAN SOSMED ITU PEDIH JENDERAL  [].

Posting Komentar

[blogger]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget